Jumat, 29 April 2016

MATAHARI VS ANGIN




Aku pernah berdiskusi dengan saudara sepupuku yang pensiunan tentara. Ia mengatakan kepadaku bahwa di dunia ini, elemen yang paling penting adalah angin (oksigen). Air, makanan dan elemen yang lainnya menurut saudara sepupuku masih kalah dengan angin. Manusia bisa bertahan hidup beberapa hari tanpa air minum dan makanan. Tetapi manusia akan mati jika tidak ada angin (bernapas) selama beberapa menit.

Sesaat aku terdiam dan berpikir. 

Lalu aku mengatakan kepadanya bahwa di dunia ini, matahari yang paling penting. Matahari adalah sumber energi terbesar kehidupan di bumi. Tanpa sinar matahari, semua proses terhenti. Tumbuhan tidak bisa berfotosintesis, jadi angin (oksigen) tidak akan terbentuk. Suhu bumi akan turun drastis, air laut akan membeku menjadi es. Lambat laun manusia dan makhluk lain akan mati juga. Tidak ada lagi kehidupan tanpa sinar matahari.

Saat itu saudara sepupuku terdiam, dan aku merasa menang dalam diskusi. Aku menganggap bahwa di dunia ini matahari lebih penting dibandingkan dengan angin. 

Tetapi ketika waktu berlalu, aku berubah pikiran. Matahari, angin, air, makanan dan elemen yang lainnya sangat penting dalam kehidupan. Semua itu adalah sarana penting yang diciptakan Tuhan untuk kehidupan kita. Semuanya saling terkait dan harus ada secara bersamaan. Kita membutuhkan semuanya agar kita tetap bisa hidup. Jika salah satu elemen tidak ada, kehidupan kita ini menjadi tidak sempurna.

Minggu, 24 April 2016

WHATSAPP - HANYALAH SARANA DAN TEKNOLOGI


Kemarin teman baikku di desa menelponku selama satu jam. Kami berbicara banyak hal. Lalu di tengah pembicaraan, ia bertanya kepadaku tentang WhatsApp. Rupanya temanku ingin belajar aplikasi WhatsApp. Secara jujur aku menjawabnya bahwa aku tidak bisa bermain WhatsApp.

Temanku seorang penjual roti bakar di depan sekolah dasar. Di rumah ia juga membuka layanan jasa pangkas rambut. Anaknya 3 dan masih kecil-kecil. Anak paling besar namanya Mikala dan baru masuk sekolah TK.

Aku tahu bahwa temanku bukanlah orang kaya. Lalu aku berkata kepadanya melalui telepon, “Dulu tidak ada listrik. Dulu tidak ada televisi. Dulu tidak ada handphone. Tetapi orang-orang pada zaman dulu bisa hidup bahagia. Aku dulu bermain Friendster, lalu muncul aplikasi baru Facebook. Aku ikut bermain Facebook dan Friendster kutinggalkan. Lalu tidak berapa lama berselang, ada aplikasi yang baru: Tweeter, Instagram, WhatsApp dan Telegram. Deretan aplikasi yang terakhir, aku memutuskan tidak ikut. Waktuku terbatas, aku tidak mungkin mengikuti semua teknologi tinggi (dari luar negeri) itu. Aku harus bekerja untuk mendapatkan uang. Aku tidak bisa menghasilkan uang dari bermain aplikasi Tweeter, Instagram dan aplikasi yang lainnya. Aku merasa tidak mendapat keuntungan dari bermain aplikasi itu. Tetapi aku masih tetap bermain Facebook hingga sekarang. Bukan aplikasi yang lain itu tidak bagus. Bukan itu! Tetapi aku hanya membatasi diriku, waktuku, tenagaku, pikiranku dan keuanganku. Aku tidak mungkin bermain semua aplikasi yang ada. Semua aplikasi yang ada itu hanyalah sarana (teknologi) untuk mencapai kebahagiaan (kesenangan) dalam kehidupan. Dan semua itu tidak harus selalu ada dalam kehidupan kita.”

Mendengar penjelasanku ini, akhirnya temanku mengerti. Dalam hal ini  bukan berarti aku tidak membolehkan temanku untuk belajar WhatsApp. Tetapi aku mengingatkan temanku untuk berhati-hati dalam membuat keputusan. Jangan sampai keputusan yang diambil itu membebani pikirannya sendiri. Dan kemudian mempengaruhi keuangan keluarganya. Ada banyak kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi lebih dahulu. Apalagi untuk pendidikan untuk anak-anaknya yang masih kecil.

Sama seperti Facebook, bahwa WhatsApp atau aplikasi yang lainnya hanyalah alat/sarana/teknologi untuk mencapai kebahagiaan (kesenangan) hidup. Dan semua itu tidak harus selalu ada dalam kehidupan kita. Ada banyak cara lain untuk mendapatkan kebahagiaan hidup.....

Sabtu, 16 April 2016

PENDERITAAN



Penderitaan itu akan selalu datang (ada) dalam kehidupan.
Sama seperti rasa haus dan lapar, yang selalu datang berulang kali.
Saat kita lapar, lalu kita makan, maka rasa lapar itu hilang.
Saat kita haus, lalu kita minum, maka rasa haus itu juga hilang.
Tetapi rasa lapar dan haus itu akan datang lagi, nanti.
Penderitaan juga demikian,
Ia akan datang lagi kepada kita suatu saat nanti.

Penderitaan adalah bagian penting dari kehidupan.
Penderitaan adalah suatu hal yang biasa dalam kehidupan.
Setiap orang pasti mengalami.
Adalah ujian Tuhan untuk menaikkan derajat kita ke lebih tinggi.
Bukankah kita ingin lebih kuat?
Bukankah kita ingin naik kelas?
Penderitaan itulah sarananya...

Minggu, 03 April 2016

IBUKU-BERHARAP HARGA BERAS ITU MAHAL




Orang tua saya adalah seorang petani di desa. Suatu saat ibu saya mengeluh tentang mahalnya harga pupuk pada masa tanam.  Sekarang sulit untuk mendapatkan pupuk di pasaran, lain dengan masa dahulu. Namun jika masa panen tiba,  harga padi di pasaran terlalu murah. Ibu saya menyalahkan pemerintah yang tidak bisa  mengendalikan ketersediaaan dan kestabilan harga pupuk. Pemerintah juga kesulitan untuk menjaga kestabilan harga beras. Ibu saya berharap bahwa harga padi atau beras itu mahal, agar kami para petani untungnya banyak.

Ibu saya mengatakan, “Menjadi petani sekarang susah, tidak ada untungnya.” Saya tahu bahwa hampir semua petani juga mengatakan hal yang demikian. Mereka para petani merasa rugi, dan sulit mendapatkan keuntungan. Ibu saya mengeluhkan tentang hal ini berkali-kali. Saat itu saya hanya diam. Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan.

Suatu hari ibu saya mengeluh lagi tentang hal yang sama. Lalu saya terinspirasi untuk mengatakan, “Ibu, saya juga berharap bahwa pupuk itu mudah didapatkan. Saya juga berharap harga pupuk itu murah. Saya berharap harga padi itu setinggi mungkin. Dengan begitu kita para petani bisa mendapatkan banyak keuntungan.
Tetapi coba ibu pikirkan lagi. Sekarang manusia semakin bertambah banyak. Masing-masing orang ingin mendapatkan banyak keuntungan (uang). Karena itu ada sebagian dari kita yang berbuat curang. Meski pemerintah sudah berupaya untuk menjamin tersedianya harga pupuk murah, tetapi orang-orang tertentu berniat sebaliknya. Mereka berharap harga pupuk itu tinggi, dengan demikian mereka mendapat untung besar.”

Saya masih menambahkan, “Ibu, anak-anak dan cucu-cucumu sekarang tinggal di kota. Mereka tidak punya sawah untuk menanam padi. Tetapi mereka setiap hari membutuhkan beras untuk dimakan. Jika harga beras itu mahal, mereka pasti sedih. Mereka selalu berharap bahwa harga beras itu murah. Dengan begitu mereka lebih banyak menghemat uang tiap hari. Sisa uangnya bisa digunakan untuk kebutuhan yang lain. Ada banyak kebutuhan yang harus dipenuhi anak-anak dan cucu-cucumu tiap hari. Apalagi ibu sekarang kan sudah tua dan pasti sudah penuh dengan pengalaman hidup. Ibu juga bukan seorang yang kekurangan. Apa yang bapak miliki saat ini sudah cukup untuk menyambung hidup kalian. Sudah saatnya bagi ibu untuk mengurangi keinginan (kesenangan) keduniaan, tetapi lebih banyak ibadah untuk akherat. Apalagi kebutuhan ibu juga tidak banyak. Ibu lebih suka tinggal di rumah dan mengurus pekerjaan rumah tiap hari. Ibu lebih suka mendengar berita RRI dan melihat berita TVRI sebagai hiburan daripada ngrumpi sama tetangga. Ibu tidak suka baju baru atau memakai perhiasan. Ibu lebih suka memakai baju bekas anak-anakmu sendiri. Ibu  juga tidak suka jalan-jalan untuk wisata ke kota. Ibu tidak lagi butuh kesenangan lain seperti anak muda jaman sekarang.”

Setelah penjelasan saya tadi ibu saya mengerti. Sekarang ia tidak banyak mengeluh lagi jika sulit mendapatkan pupuk atau ketika harga pupuk mahal. Ibu juga tidak banyak mengeluh jika harga beras murah. Ibu saya juga tidak menyalahkan pemerintah lagi. Sebenarnya masalah negara ini terlalu besar dan terlalu rumit. Pemerintah sangat sulit untuk membuat keputusan yang benar dan menguntungkan banyak orang.

Demikan juga bagi saya. Saya merasa tidak mampu dalam memikirkan masalah ini. Masalah ini terlalu besar bagi saya untuk dicarikan solusi terbaiknya. Seperti yang baru saja saya katakan pada Pak Subur selepas shalat Dhuhur tadi: “Mungkin yang bisa kita lakukan hanyalah berdoa kepada Tuhan. Kita masih beruntung, negara kita tidak dilanda peperangan seperti di Suriah-Timur Tengah atau konflik di Rohingya-Myanmar. Jika hal itu terjadi, lalu kita akan mengungsi kemana....?”

Penulis: Sri Widodo ST; Rumah di Jl. Sawo 4, Rawa Mangun, Jakarta Timur; Minggu, 3 Maret 2016;