Rabu, 29 April 2015

BELAJAR DARI PARA AKTOR TERKENAL



Jackie Chan adalah seorang aktor film terkenal. Ia sering melakukan adegan berbahaya dalam filmnya tanpa menggunakan stuntman. Setiap adegan berbahaya dalam filmnya ia lakukan sendiri. Mengalami cidera ketika shooting film sudah berulang kali dan suatu hal yang biasa baginya. Tidak seperti kebanyakan aktor film dunia barat, sedikit luka saja mereka kemudian mengeluh. Jackie Chan berkata, Banyak orang yang bertanya kepada saya, apakah saya takut melakukan adegan berbahaya? Jawabannya tentu saja: ‘Ya’. Saya kan bukan Superman.” 

Jet Lee adalah aktor film terkenal yang beragama Budha. Pernah suatu ketika ia ingin berhenti main film. Ia sudah kaya raya dari hasil pekerjaan bermain film. Tetapi guru spiritualnya memberi nasehat untuk tetap bermain film. Alasannya bukan untuk mendapatkan banyak uang, tetapi agar agama Budha dikenal banyak orang luar. Ketika ada seorang penggemarnya bertanya tentang Islam, Jet Lee menjawab: “Maaf. Saya tidak belajar Islam.”

NENEK PETANI YANG SUKA MARAH



Seorang nenek petani sedang memanen padinya di sawah. Bersama suami dan anak bungsunya, ia mengangkut padi di sawah dengan gerobaknya di pagi hari. Sesampai di rumah, nenek itu bimbang mengenai pekerjaan yang selanjutnya. Apakah melanjutkan pekerjaan disawah, mengangkut padi tersisa? Ataukah tetap di rumah dan menjemur padi di halaman rumah? Dua pekerjaan itu sama-sama pentingnya bagi seorang petani. Jika padi yang dirumah tidak segera kering, maka padi akan rusak (busuk). Di saat yang sama ada padi di sawah yang harus segera dibawa pulang, agar sawah bisa segera ditanami lagi. 

Saat itu suasana hari sedang cerah, sangat bagus untuk menjemur padi. Akhirnya nenek petani itu memutuskan untuk menjemur padi di halaman rumah. Bersama suami dan anaknya itu, ia mengeluarkan padi dari dalam rumah ke halaman. Tetapi saat itu diluar dugaan, cuaca yang semula cerah menjadi mendung dan turun hujan deras. Nenek petani itu marah-marah karena merasa bersalah dalam membuat keputusan. Nenek itu memerintahkan anak bungsunya untuk segera memasukkan padi ke dalam rumah. Nenek itu merasa kecewa dengan pilihannya. Nenek itu juga menyalahkan hujan yang datang tiba-tiba. Tahu begini, tadi lebih baik menyelesaikan pekerjaan di sawah; mengangkut padi.

Saat kejadian seorang anaknya yang lain mendengar keluhan nenek petani itu. Anak itu mendengar semua tentang apa yang dikatakan ibunya. Tetapi saat itu ia sedang sibuk dan tidak bisa membantu pekerjaan ibunya. Ia juga tidak bisa segera memberitahu tentang kesalahan yang telah dilakukan ibunya saat itu. Tetapi ia membuat rencana untuk menyampaikan masalah ibunya itu di malam hari. Saat itu dirasa adalah waktu yang tepat untuk memberikan nasehat. Ini adalah pilihan yang juga sulit bagi anak itu. Dalam beberapa tahun terakhir nenek petani itu sering marah. Anehnya yang menjadi penyebab marahnya adalah hal kecil atau masalah biasa.

Di malam hari ketika sedang bersantai, anak itu mendekati ibunya. Ia berkata, “Bu, sudah berapa lama ibu jadi petani? Setahuku sudah puluhan tahun. Sejak kecil ibu terlahir sebagai petani. Kita tahu pekerjaan menjemur padi itu penting. Tetapi pekerjaan mengangkut padi di sawah juga penting. Tetapi siapa yang tahu bahwa hari akan hujan. Hujan itu bukan kuasa kita sebagai manusia. Apalagi ketika kita menjemur padi dan tiba-tiba hujan bukanlah yang pertama kali. Bertahun-tahun kita sudah pernah mengalami.” 

Anak itu melanjutkan, “Lagipula air hujan juga sangat kita perlukan. Kita tidak bisa menanam padi tanpa air hujan. Begitu kok ingin punya banyak sawah. Sawah sedikit saja banyak mengeluh, apalagi karena hujan. Lain kali jangan marah-marah lagi.”

Anak itu berusaha untuk menyadarkan ibunya yang tanpa sadar telah melakukan kesalahan. Memang suatu dilema bagi anak itu, kenapa ia yang harus berulangkali memberi nasehat ibunya. Seharusnya ibunyalah yang sudah tua yang memberi nasehat anaknya. Tetapi dalam hati anak itu juga menyadari, bahwa sulit untuk menjadi manusia sempurna. Perlu proses dan perjalanan yang panjang untuk itu. Di satu sisi memang manusia itu tempatnya salah dan lupa. 

Ada banyak orang melakukan kesalahan yang sama. Menyalahkan panas. Menyalahkan hujan. Menyalahkan keadaan. Menyalahkan orang lain. Dan kadang juga menyalahkan pemimpin (pilihan) kita sendiri. Mungkin kita sudah benar karena telah melakukan apa-apa untuk memperbaiki keadaan. Tetapi kemudian menjadi salah, karena kita masih suka menyalahkan. Jika sudah mengetahui ilmunya, semua kesalahan itu seharusnya tidak terjadi lagi.
(Penulis : Sri Widodo ST; 30 April 2015)

Jumat, 17 April 2015

KACA WIRANGI



Serat Kacawirangi pada bagian ini menceritakan percakapan kupu-kupu yang berada di sebuah taman istana yang indah. Kupu-kupu yang berada di taman itu ada yang berwarna putih, merah, kuning, ungu, hijau, biru dan hitam.

Setiap kupu-kupu mengunggulkan warna yang dimilikinya. Kupu-kupu putih mengunggulkan warna putih sebagai warna yang melambangkan kesucian dan kejujuran. Kupu-kupu merah mencela warna putih sambil mengunggulkan warna merah sebagai warna yang tidak pucat, warna merah adalah warna yang indah mencolok dan merangsang penglihatan, anak kecil pun suka warna merah, maka kupu-kupu warna merah adalah kupu-kupu yang terbagus. Mendengar percakapan kupu-kupu putih dan merah, kupu-kupu kuning berkata bahwa, memang jika warna putih dibandingkan dengan warna merah lebih gagah warna merah. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan warna kuning, warna merah dan putih kalah indah, buktinya emas lebih indah dibandingkan dengan tembaga maupun perak. Warna putih itu pucat, warna merah memang gagah akan tetapi membosankan, sedangkan warna kuning itu tidak membosankan dan bergengsi.

Kupu-kupu ungu menyambung pembicaraan, ia menyatakan bahwa warna kuning itu juga masih membosankan. Warna merah dan kuning itu sifatnya ladak (mencolok) berbeda dengan warna ungu jinem nganggi guwaya (anggun merona), sederhana dan anggun.

Kupu-kupu hijau menyela, kalau warna yang baik itu warna putih, merah, uning dan ungu, kenapa semua tumbuh-tumbuhan dan dedaunan ditakdirkan hijau. Warna hijau di kebun, di sawah demikian juga taman-taman yang hijau tidak pernah membosankan jika dipandang. Oleh karena itu, warna hijau adalah warna paling unggul.

Kupu-kupu biru membenarkan pernyataan kupu-kupu hijau, akan tetapi Tuhan menciptakan warna biru lebih unggul. Buktinya udara, langit, air lautan dan gunung-gunung berwarna biru. Warna biru itu terdapat secara dominan di daratan, di lautan dan di angkasa; maka warna biru lebih unggul dari warna hijau yang hanya ada di daratan saja.

Kupu-kupu hitam berkata, bahwa warna hitam itu mengungguli semua warna, tidak ada satu warna pun dapat mengalahkan warna hitam. Pada malam hari semua yang ada di darat, laut maupun angkasa menjadi hitam. Tulisan dan gambar yang bersahaja juga berwarna hitam. Burung perkutut menyimpulkan isi cerita itu, yang disebut buruk dan baik itu sebenarnya tergantung pada anggapan perasaan. Apa yang sedang disukai itu yang kelihatan baik. Buruknya tertutupi.

Apa yang sedang tidak disukai, kebaikannya tertutupi. Orang yang berwatak korup, semua yang sedang disukai dianggap baik.

Ada peribahasa, orang suka tidak kurang-kurang menyanjungnya, orang benci tidak kurang-kurang mencelanya. Karena sudah menjadi kodrat Tuhan, manusia menyukai dirinya sendiri, maka tidak ada manusia yang bosan menyanjung diri sendiri.

Rangkuman dan translete Bagian 2

Burung perkutut melanjutkan cerita, ia bercerita tentang permata putih yang bercahaya. Permata itu berbicara kepada semua kupu-kupu, bahwa semua warna yang dimilikinya itu bagus, hanya sayang tidak bercahaya. Tidak hanya permata, manusia sekali pun kalau tanpa cahaya tidak ada kharismanya, tidak berwibawa dan disegani. Manusia seperti itu adalah manusia yang mengejar kebaikan rupa, kesenangan dan prestise; tidak mengejar pramana (cermin yang dapat menangkap bayang-bayang hakikat), keluhuran budi dan kejujuran.

Manusia dihormati dan disegani, karena menampakkan cahaya kebeningan budi warna putih, merah, kuning, ungu dan sebagainya itu ibarat karakter manusia, sedangkan cahaya adalah ibarat dari cemerlangnya budi. Jika dibandingkan dengan permata yang warna-warni tentu saja warna kupu-kupu akan kalah cemerlang, karena kupu-kupu hanya mempunyai warna sadangkan permata mempunyai cahaya.

Rangkuman dan translete Bagian 3

Pada bagian ini diceritakan tentang dialog antara berlian dengan para permata yang berwarna-warni. Berlian menyatakan kita sudah mengetahui bahwa keunggulan warna karena cahaya, tanpa cahaya warna tidak ada artinya. Berlian memberikan alternatif pilihan kepada para permata. Mereka diminta untuk memilih antara memiliki warna dengan cahaya yang sedang-sedang saja dengan tidak memiliki warna tetapi memiliki cahaya yang mengungguli semua yang memiliki warna. Keunggulan berlian yang tidak memiliki warna, terletak pada kemungkinan untuk menampung segala warna. Tidak semua yang tidak memiliki warna dapat menampung segala warna jika tidak memiliki keunggulan cahaya.

Arti dari cerita itu adalah
Manusia itu dapat memiliki daya tampung (terima), tidak cukup hanya karena kecerdasan ingatan. Namun harus tidak mempunyai watak, artinya tidak bersikukuh dengan watak hati, seperti suka dengan itu, benci dengan ini, suka dengan yang menyenangkan, mengeluh di kala susah, suka yang baik dan benci yang buruk. Singkatnya punya kesenangan dan kebencian dalam hati yang tidak dapat diubah.

Cahaya itu ibarat dari budi, warna itu ibarat dari rasa dan berlian itu ibarat dari orang yang cemerlang budinya tetapi tidak arogan dan dapat menundukkan keinginan pribadi. Manusia seperti itu dapat dipilih menjadi orang yang dituakan, dapat menerima atau menampung orang yang memiliki watak berbeda-beda, karena tidak memiliki watak sendiri.

Rangkuman dan translete Bagian 4

Burung perkutut melanjutkan ceritanya. Semua permata merasa rendah diri dibandingkan dengan berlian, apa lagi kupu – kupu. Akhirnya mereka sepakat mengangkat berlian menjadi raja mereka. Akan tetapi, berlian berkata bahwa masih ada wujud yang mengungguli kesempurnaannya. Cahayanya lipat seribu dibanding dirinya. Karena dia tidak punya warna sama sekali, maka ia mampu memuat warna pun lipat seribu, bahkan sekaligus mampu memuat semua bentuk.

Ia adalah cermin besar atau kaca benggala ageng. Cemin itu dapat dikatakan seperti batu, kupu-kupu, berlian dan sebagainya. Akan tetapi kalau batu itu buruk, tidak bening, dan tiga dimensi maka cermin tidak demikian. Cermin itu bening mengandung berbagai wujud, sebab cahayanya menyatu dengan rasa (rasa itu dalam bahasa Jawa dapat mengandung arti lapisan dasar cermin sehingga dapat memantulkan cahaya sekaligus dapat menangkap bayangan bentuk dan warna di depannya). Ia tanpa warna tetapi tidak kosong dan tanpa rupa (wujud).

Cerita itu mengandung arti, bahwa cermin itu ibarat/nisbatnya orang yang sempurna. Ia lupa akan dirinya yaitu tidak pernah menonjolkan dirinya dan keunggulan dirinya. Ia rela dikatakan rendah dan tidak menolak dikatakan unggul dan keikhalasannya tidak ditonjolkan. Ia tidak menyukai kebaikan dengan membenci kejahatan dan kesalahan atau sebaliknya menyukai kejahatan dan benci kebaikan.

Sumber: Terjemahan Kaca Wirangi karya Sodjonoredjo – Mantri Guru Karanganyar-Kebumen-Jawa Tengah

BUNGA MAWAR DAN BAMBU



Di sebuah taman, terdapat taman bunga mawar yang sedang berbunga. Mawar-mawar itu mengeluarkan aroma yang sangat harum. Dengan warna-warni yang cantik, banyak orang yang berhenti untuk memuji sang mawar. Tidak sedikit pengunjung taman meluangkan waktu untuk berfoto di depan atau di samping taman mawar. Bunga mawar memang memiliki daya tarik yang menawan, semua orang suka mawar, itulah salah satu lambang cinta.

Sementara itu, di sisi lain taman, ada sekelompok pohon bambu yang tampak membosankan. Dari hari ke hari, bentuk pohon bambu yang begitu saja, tidak ada bunga yang mekar atau aroma wangi yang disukai banyak orang. Tidak ada orang yang memuji pohon bambu. Tidak ada orang yang mau berfoto di samping pohon bambu. Maka tak heran jika pohon bambu selalu cemburu saat melihat taman mawar dikerumuni banyak orang.

“Hai bunga mawar,” ujar sang bambu pada suatu hari. “Tahukah kau, aku selalu ingin sepertimu. Berbunga dengan indah, memiliki aroma yang harum, selalu dipuji cantik dan menjadi saksi cinta manusia yang indah,” lanjut sang bambu dengan nada sedih.
Mawar yang mendengar hal itu tersenyum, “Terima kasih atas pujian dan kejujuranmu, bambu,” ujarnya. “Tapi tahukah kau, aku sebenarnya iri denganmu,”

Sang bambu keheranan, dia tidak tahu apa yang membuat mawar iri dengannya. Tidak ada satupun bagian dari bambu yang lebih indah dari mawar. “Aneh sekali, mengapa kau iri denganku?”

“Tentu saja aku iri denganmu. Coba lihat, kau punya batang yang sangat kuat, saat badai datang, kau tetap bertahan, tidak goyah sedikitpun,” ujar sang mawar. “Sedangkan aku dan teman-temanku, kami sangat rapuh, kena angin sedikit saja, kelopak kami akan lepas, hidup kami sangat singkat,” tambah sang mawar dengan nada sedih.

Bambu baru sadar bahwa dia punya kekuatan. Kekuatan yang dia anggap biasa saja ternyata bisa mengagumkan di mata sang mawar. “Tapi mawar, kamu selalu dicari orang. Kamu selalu menjadi hiasan rumah yang cantik, atau menjadi hiasan rambut para gadis,”

Sang mawar kembali tersenyum, “Kamu benar bambu, aku sering dipakai sebagai hiasan dan dicari orang, tapi tahukah kamu, aku akan layu beberapa hari kemudian, tidak seperti kamu,”

Bambu kembali bingung, “Aku tidak mengerti,”

“Ah bambu...” ujar mawar sambil menggeleng, “Kamu tahu, manusia sering menggunakan dirimu sebagai alat untuk mengalirkan air. Kamu sangat berguna bagi tumbuhan yang lain. Dengan air yang mengalir pada tubuhmu, kamu menghidupkan banyak tanaman,” lanjut sang mawar. “Aku jadi heran, dengan manfaat sebesar itu, seharusnya kamu bahagia, bukan iri padaku,”

Bambu mengangguk, dia baru sadar bahwa selama ini, dia telah bermanfaat untuk tanaman lain. Walaupun pujian itu lebih sering ditujukan untuk mawar, sesungguhnya bambu juga memiliki manfaat yang tidak kalah dengan bunga cantik itu. Sejak percakapan dengan mawar, sang bambu tidak lagi merenungi nasibnya, dia senang mengetahui kekuatan dan manfaat yang bisa diberikan untuk makhluk lain.

Sumber : iphincow.wordpress.com