Serat Kacawirangi
pada bagian ini menceritakan percakapan kupu-kupu yang berada di sebuah taman
istana yang indah. Kupu-kupu yang berada di taman itu ada yang berwarna putih,
merah, kuning, ungu, hijau, biru dan hitam.
Setiap kupu-kupu
mengunggulkan warna yang dimilikinya. Kupu-kupu putih mengunggulkan warna putih
sebagai warna yang melambangkan kesucian dan kejujuran. Kupu-kupu merah mencela
warna putih sambil mengunggulkan warna merah sebagai warna yang tidak pucat,
warna merah adalah warna yang indah mencolok dan merangsang penglihatan, anak
kecil pun suka warna merah, maka kupu-kupu warna merah adalah kupu-kupu yang
terbagus. Mendengar percakapan kupu-kupu putih dan merah, kupu-kupu kuning
berkata bahwa, memang jika warna putih dibandingkan dengan warna merah lebih
gagah warna merah. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan warna kuning, warna
merah dan putih kalah indah, buktinya emas lebih indah dibandingkan dengan
tembaga maupun perak. Warna putih itu pucat, warna merah memang gagah akan
tetapi membosankan, sedangkan warna kuning itu tidak membosankan dan bergengsi.
Kupu-kupu ungu
menyambung pembicaraan, ia menyatakan bahwa warna kuning itu juga masih membosankan.
Warna merah dan kuning itu sifatnya ladak (mencolok) berbeda dengan warna ungu
jinem nganggi guwaya (anggun merona), sederhana dan anggun.
Kupu-kupu hijau
menyela, kalau warna yang baik itu warna putih, merah, uning dan ungu, kenapa
semua tumbuh-tumbuhan dan dedaunan ditakdirkan hijau. Warna hijau di kebun, di
sawah demikian juga taman-taman yang hijau tidak pernah membosankan jika
dipandang. Oleh karena itu, warna hijau adalah warna paling unggul.
Kupu-kupu biru
membenarkan pernyataan kupu-kupu hijau, akan tetapi Tuhan menciptakan warna
biru lebih unggul. Buktinya udara, langit, air lautan dan gunung-gunung
berwarna biru. Warna biru itu terdapat secara dominan di daratan, di lautan dan
di angkasa; maka warna biru lebih unggul dari warna hijau yang hanya ada di
daratan saja.
Kupu-kupu hitam
berkata, bahwa warna hitam itu mengungguli semua warna, tidak ada satu warna
pun dapat mengalahkan warna hitam. Pada malam hari semua yang ada di darat,
laut maupun angkasa menjadi hitam. Tulisan dan gambar yang bersahaja juga
berwarna hitam. Burung perkutut menyimpulkan isi cerita itu, yang disebut buruk
dan baik itu sebenarnya tergantung pada anggapan perasaan. Apa yang sedang
disukai itu yang kelihatan baik. Buruknya tertutupi.
Apa yang sedang
tidak disukai, kebaikannya tertutupi. Orang yang berwatak korup, semua yang
sedang disukai dianggap baik.
Ada peribahasa,
orang suka tidak kurang-kurang menyanjungnya, orang benci tidak kurang-kurang
mencelanya. Karena sudah menjadi kodrat Tuhan, manusia menyukai dirinya sendiri,
maka tidak ada manusia yang bosan menyanjung diri sendiri.
Rangkuman
dan translete Bagian 2
Burung perkutut
melanjutkan cerita, ia bercerita tentang permata putih yang bercahaya. Permata
itu berbicara kepada semua kupu-kupu, bahwa semua warna yang dimilikinya itu
bagus, hanya sayang tidak bercahaya. Tidak hanya permata, manusia sekali pun
kalau tanpa cahaya tidak ada kharismanya, tidak berwibawa dan disegani. Manusia
seperti itu adalah manusia yang mengejar kebaikan rupa, kesenangan dan
prestise; tidak mengejar pramana (cermin yang dapat menangkap bayang-bayang
hakikat), keluhuran budi dan kejujuran.
Manusia dihormati
dan disegani, karena menampakkan cahaya kebeningan budi warna putih, merah,
kuning, ungu dan sebagainya itu ibarat karakter manusia, sedangkan cahaya
adalah ibarat dari cemerlangnya budi. Jika dibandingkan dengan permata yang
warna-warni tentu saja warna kupu-kupu akan kalah cemerlang, karena kupu-kupu
hanya mempunyai warna sadangkan permata mempunyai cahaya.
Rangkuman
dan translete Bagian 3
Pada bagian ini
diceritakan tentang dialog antara berlian dengan para permata yang
berwarna-warni. Berlian menyatakan kita sudah mengetahui bahwa keunggulan warna
karena cahaya, tanpa cahaya warna tidak ada artinya. Berlian memberikan
alternatif pilihan kepada para permata. Mereka diminta untuk memilih antara
memiliki warna dengan cahaya yang sedang-sedang saja dengan tidak memiliki
warna tetapi memiliki cahaya yang mengungguli semua yang memiliki warna.
Keunggulan berlian yang tidak memiliki warna, terletak pada kemungkinan untuk
menampung segala warna. Tidak semua yang tidak memiliki warna dapat menampung
segala warna jika tidak memiliki keunggulan cahaya.
Arti dari cerita
itu adalah
Manusia itu dapat
memiliki daya tampung (terima), tidak cukup hanya karena kecerdasan ingatan.
Namun harus tidak mempunyai watak, artinya tidak bersikukuh dengan watak hati,
seperti suka dengan itu, benci dengan ini, suka dengan yang menyenangkan,
mengeluh di kala susah, suka yang baik dan benci yang buruk. Singkatnya punya
kesenangan dan kebencian dalam hati yang tidak dapat diubah.
Cahaya itu ibarat
dari budi, warna itu ibarat dari rasa dan berlian itu ibarat dari orang yang
cemerlang budinya tetapi tidak arogan dan dapat menundukkan keinginan pribadi.
Manusia seperti itu dapat dipilih menjadi orang yang dituakan, dapat menerima
atau menampung orang yang memiliki watak berbeda-beda, karena tidak memiliki
watak sendiri.
Rangkuman
dan translete Bagian 4
Burung perkutut
melanjutkan ceritanya. Semua permata merasa rendah diri dibandingkan dengan
berlian, apa lagi kupu – kupu. Akhirnya mereka sepakat mengangkat berlian
menjadi raja mereka. Akan tetapi, berlian berkata bahwa masih ada wujud yang
mengungguli kesempurnaannya. Cahayanya lipat seribu dibanding dirinya. Karena
dia tidak punya warna sama sekali, maka ia mampu memuat warna pun lipat seribu,
bahkan sekaligus mampu memuat semua bentuk.
Ia adalah cermin
besar atau kaca benggala ageng. Cemin itu dapat dikatakan seperti batu,
kupu-kupu, berlian dan sebagainya. Akan tetapi kalau batu itu buruk, tidak
bening, dan tiga dimensi maka cermin tidak demikian. Cermin itu bening
mengandung berbagai wujud, sebab cahayanya menyatu dengan rasa (rasa itu dalam
bahasa Jawa dapat mengandung arti lapisan dasar cermin sehingga dapat
memantulkan cahaya sekaligus dapat menangkap bayangan bentuk dan warna di
depannya). Ia tanpa warna tetapi tidak kosong dan tanpa rupa (wujud).
Cerita itu
mengandung arti, bahwa cermin itu ibarat/nisbatnya orang yang sempurna. Ia lupa
akan dirinya yaitu tidak pernah menonjolkan dirinya dan keunggulan dirinya. Ia
rela dikatakan rendah dan tidak menolak dikatakan unggul dan keikhalasannya
tidak ditonjolkan. Ia tidak menyukai kebaikan dengan membenci kejahatan dan
kesalahan atau sebaliknya menyukai kejahatan dan benci kebaikan.
Sumber: Terjemahan Kaca Wirangi
karya Sodjonoredjo – Mantri Guru Karanganyar-Kebumen-Jawa Tengah