Seorang nenek
petani sedang memanen padinya di sawah. Bersama suami dan anak bungsunya, ia
mengangkut padi di sawah dengan gerobaknya di pagi hari. Sesampai di rumah,
nenek itu bimbang mengenai pekerjaan yang selanjutnya. Apakah melanjutkan
pekerjaan disawah, mengangkut padi tersisa? Ataukah tetap di rumah dan menjemur
padi di halaman rumah? Dua pekerjaan itu sama-sama pentingnya bagi seorang
petani. Jika padi yang dirumah tidak segera kering, maka padi akan rusak
(busuk). Di saat yang sama ada padi di sawah yang harus segera dibawa pulang,
agar sawah bisa segera ditanami lagi.
Saat itu suasana
hari sedang cerah, sangat bagus untuk menjemur padi. Akhirnya nenek petani itu
memutuskan untuk menjemur padi di halaman rumah. Bersama suami dan anaknya itu,
ia mengeluarkan padi dari dalam rumah ke halaman. Tetapi saat itu diluar
dugaan, cuaca yang semula cerah menjadi mendung dan turun hujan deras. Nenek
petani itu marah-marah karena merasa bersalah dalam membuat keputusan. Nenek
itu memerintahkan anak bungsunya untuk segera memasukkan padi ke dalam rumah.
Nenek itu merasa kecewa dengan pilihannya. Nenek itu juga menyalahkan hujan
yang datang tiba-tiba. Tahu begini, tadi lebih baik menyelesaikan pekerjaan di
sawah; mengangkut padi.
Saat kejadian
seorang anaknya yang lain mendengar keluhan nenek petani itu. Anak itu
mendengar semua tentang apa yang dikatakan ibunya. Tetapi saat itu ia sedang sibuk
dan tidak bisa membantu pekerjaan ibunya. Ia juga tidak bisa segera memberitahu
tentang kesalahan yang telah dilakukan ibunya saat itu. Tetapi ia membuat
rencana untuk menyampaikan masalah ibunya itu di malam hari. Saat itu dirasa
adalah waktu yang tepat untuk memberikan nasehat. Ini adalah pilihan yang juga
sulit bagi anak itu. Dalam beberapa tahun terakhir nenek petani itu sering
marah. Anehnya yang menjadi penyebab marahnya adalah hal kecil atau masalah
biasa.
Di malam hari
ketika sedang bersantai, anak itu mendekati ibunya. Ia berkata, “Bu, sudah
berapa lama ibu jadi petani? Setahuku sudah puluhan tahun. Sejak kecil ibu
terlahir sebagai petani. Kita tahu pekerjaan menjemur padi itu penting. Tetapi
pekerjaan mengangkut padi di sawah juga penting. Tetapi siapa yang tahu bahwa
hari akan hujan. Hujan itu bukan kuasa kita sebagai manusia. Apalagi ketika
kita menjemur padi dan tiba-tiba hujan bukanlah yang pertama kali.
Bertahun-tahun kita sudah pernah mengalami.”
Anak itu
melanjutkan, “Lagipula air hujan juga sangat kita perlukan. Kita tidak bisa
menanam padi tanpa air hujan. Begitu kok ingin punya banyak sawah. Sawah
sedikit saja banyak mengeluh, apalagi karena hujan. Lain kali jangan
marah-marah lagi.”
Anak itu berusaha
untuk menyadarkan ibunya yang tanpa sadar telah melakukan kesalahan. Memang
suatu dilema
bagi anak itu, kenapa ia yang harus berulangkali memberi nasehat ibunya.
Seharusnya ibunyalah yang sudah tua yang memberi nasehat anaknya. Tetapi dalam
hati anak itu juga menyadari, bahwa sulit untuk menjadi manusia sempurna. Perlu
proses dan perjalanan yang panjang untuk itu. Di satu sisi memang manusia itu
tempatnya salah dan lupa.
Ada banyak orang
melakukan kesalahan yang sama. Menyalahkan panas. Menyalahkan hujan.
Menyalahkan keadaan. Menyalahkan orang lain. Dan kadang juga menyalahkan
pemimpin (pilihan) kita sendiri. Mungkin kita sudah benar karena telah
melakukan apa-apa untuk memperbaiki keadaan. Tetapi kemudian menjadi salah,
karena kita masih suka menyalahkan. Jika sudah mengetahui ilmunya, semua
kesalahan itu seharusnya tidak terjadi lagi.
(Penulis : Sri
Widodo ST; 30 April 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar