Rabu, 29 April 2015

NENEK PETANI YANG SUKA MARAH



Seorang nenek petani sedang memanen padinya di sawah. Bersama suami dan anak bungsunya, ia mengangkut padi di sawah dengan gerobaknya di pagi hari. Sesampai di rumah, nenek itu bimbang mengenai pekerjaan yang selanjutnya. Apakah melanjutkan pekerjaan disawah, mengangkut padi tersisa? Ataukah tetap di rumah dan menjemur padi di halaman rumah? Dua pekerjaan itu sama-sama pentingnya bagi seorang petani. Jika padi yang dirumah tidak segera kering, maka padi akan rusak (busuk). Di saat yang sama ada padi di sawah yang harus segera dibawa pulang, agar sawah bisa segera ditanami lagi. 

Saat itu suasana hari sedang cerah, sangat bagus untuk menjemur padi. Akhirnya nenek petani itu memutuskan untuk menjemur padi di halaman rumah. Bersama suami dan anaknya itu, ia mengeluarkan padi dari dalam rumah ke halaman. Tetapi saat itu diluar dugaan, cuaca yang semula cerah menjadi mendung dan turun hujan deras. Nenek petani itu marah-marah karena merasa bersalah dalam membuat keputusan. Nenek itu memerintahkan anak bungsunya untuk segera memasukkan padi ke dalam rumah. Nenek itu merasa kecewa dengan pilihannya. Nenek itu juga menyalahkan hujan yang datang tiba-tiba. Tahu begini, tadi lebih baik menyelesaikan pekerjaan di sawah; mengangkut padi.

Saat kejadian seorang anaknya yang lain mendengar keluhan nenek petani itu. Anak itu mendengar semua tentang apa yang dikatakan ibunya. Tetapi saat itu ia sedang sibuk dan tidak bisa membantu pekerjaan ibunya. Ia juga tidak bisa segera memberitahu tentang kesalahan yang telah dilakukan ibunya saat itu. Tetapi ia membuat rencana untuk menyampaikan masalah ibunya itu di malam hari. Saat itu dirasa adalah waktu yang tepat untuk memberikan nasehat. Ini adalah pilihan yang juga sulit bagi anak itu. Dalam beberapa tahun terakhir nenek petani itu sering marah. Anehnya yang menjadi penyebab marahnya adalah hal kecil atau masalah biasa.

Di malam hari ketika sedang bersantai, anak itu mendekati ibunya. Ia berkata, “Bu, sudah berapa lama ibu jadi petani? Setahuku sudah puluhan tahun. Sejak kecil ibu terlahir sebagai petani. Kita tahu pekerjaan menjemur padi itu penting. Tetapi pekerjaan mengangkut padi di sawah juga penting. Tetapi siapa yang tahu bahwa hari akan hujan. Hujan itu bukan kuasa kita sebagai manusia. Apalagi ketika kita menjemur padi dan tiba-tiba hujan bukanlah yang pertama kali. Bertahun-tahun kita sudah pernah mengalami.” 

Anak itu melanjutkan, “Lagipula air hujan juga sangat kita perlukan. Kita tidak bisa menanam padi tanpa air hujan. Begitu kok ingin punya banyak sawah. Sawah sedikit saja banyak mengeluh, apalagi karena hujan. Lain kali jangan marah-marah lagi.”

Anak itu berusaha untuk menyadarkan ibunya yang tanpa sadar telah melakukan kesalahan. Memang suatu dilema bagi anak itu, kenapa ia yang harus berulangkali memberi nasehat ibunya. Seharusnya ibunyalah yang sudah tua yang memberi nasehat anaknya. Tetapi dalam hati anak itu juga menyadari, bahwa sulit untuk menjadi manusia sempurna. Perlu proses dan perjalanan yang panjang untuk itu. Di satu sisi memang manusia itu tempatnya salah dan lupa. 

Ada banyak orang melakukan kesalahan yang sama. Menyalahkan panas. Menyalahkan hujan. Menyalahkan keadaan. Menyalahkan orang lain. Dan kadang juga menyalahkan pemimpin (pilihan) kita sendiri. Mungkin kita sudah benar karena telah melakukan apa-apa untuk memperbaiki keadaan. Tetapi kemudian menjadi salah, karena kita masih suka menyalahkan. Jika sudah mengetahui ilmunya, semua kesalahan itu seharusnya tidak terjadi lagi.
(Penulis : Sri Widodo ST; 30 April 2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar