Oleh : Gede
Prama
Bagi Gede Prama,
keberhasilan maupun kegagalan adalah buah dari keyakinan seseorang.
“Keberhasilan itu berawal dari keyakinan. Dan kita bisa mengubah banyak sekali
hal lewat keyakinan,” katanya. Sayangnya menurut Gede, keyakinan orang sering
terbelenggu oleh pikiran-pikiran rasionalnya serta pengalaman-pengalaman
ekstrim di masa lalu. Mereka yang gagal menumbuhkan keyakinan positif
–sekalipun dia sangat berpotensi– biasanya justru gagal dalam kehidupan.
“Saya mengenal
banyak orang yang secara potensial biasa-biasa saja. Tapi karena didukung oleh
yang namanya raksasa keyakinan, dia berhasil. Yang banyak terjadi adalah orang
yang potensinya rendah tapi keyakinannya tinggi, dia berhasil. Sebaliknya ada
orang yang potensinya tinggi tapi keyakinannya rendah, ya ndak berhasil,”
ungkap Gede Prama. Agak sulit mencari tokoh seperti Gede Prama ini. Ia tidak
saja dikenal sebagai seorang kolumnis yang produktif, penulis buku, konsultan
manajemen, public speaker, tapi juga dikenal pernah menjadi CEO perusahaan jamu
papan atas. Sebagai kolumnis, tulisannya yang mudah dicerna menghiasi berbagai
media masa dan media online. Belasan buku laris sudah diselesaikannya, termasuk
sejumlah kaset (audio book) yang digemari banyak orang. Sejak tahun 1993 ia
menjadi konsultan manajemen dan presiden Dynamics Consulting, dan pernah pula
berposisi sebagai CEO perusahaan besar yang tak lama kemudian ditinggalkannya.
Alumnus Universitas
Lancaster Inggris ini juga dikenal sebagai salah satu inspirator dan public
speaker terbaik di Indonesia. Lebih dari seratus lembaga profit dan non profit
seperti perbankan, asuransi, BUMN, perhotelan, manufaktur, telekom,
perusahaan-perusahaan DS/MLM, serta berbagai asosiasi pernah mengundangnya
sebagai pembicara. Orang gemar dengan gaya penuturannya yang menyegarkan,
menyentuh, mudah dimengerti, mendalam, sekaligus mengandung unsur-unsur
filosofi yang tinggi.
Tak mengherankan bila
banyak orang terinspirasi oleh gagasan-gagasannya. Tak terkecuali seorang
cendekiawan Islam kondang seperti Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, yang mengaku
terkesan sekali dengan teori “Tahi Sapi” ala Gede Prama. Teori ini bertutur
tentang cara pandang positif yang bisa membangkitkan sebuah kebesaran hati
apabila seseorang mendapat penghinaan atau perlakuan buruk dari orang lain.
Gede Prama
dikarunia tiga orang anak. Ia mengaku, keluarga adalah kekayaan dalam
kehidupannya. Ia sering menikmati waktu hujan bersama dengan anak-anaknya di
halaman rumah. Saat-saat libur akhir tahun misalnya, lebih sering dipakai untuk
menulis dan berkumpul bersama keluarga. Dan Gede Prama sangat bersyukur dengan
kehidupan yang diperolehnya saat ini.
“Sebagai seorang
public speaker merupakan jalan kehidupan yang indah, dapat uang cukup, senang,
dan beribadah. Saya dapat tiga-tiganya sekaligus. Makanya saya melihat hidup
saya itu indah. Life is beautiful,” tutur Gede menyebut sebuah judul film Itali
yang ditontonnya berulang-ulang. Wawancara berikut merupakan salah satu
wawancara terlengkap dan terbaik yang pernah dilakukan Edy Zaqeus dengan sang
inspirator. Wawancara ini merupakan salah satu bagian dari buku best seller:
“Kalau Mau Kaya Ngapain Sekolah!”(Gradien, 2004)
Anda punya tujuan yang lebih…?
Oh, ya. Bagi saya
kekayaan itu yang paling berguna adalah independensi. Kebebasan dalam arti yang
luas. Di mana dunia kepegawaian adalah salah satu rantai yang membuat kita
tidak terlalu independen. Jangankan di posisi bawah, di posisi presiden
direktur pun kita ndak independen. Kan berhadapan dengan pemilik, berhadapan
dengan komisaris, dengan aturan-aturan. Kalau kita menjadi pekerja independen,
kan kita menentukan dan mengarahkan hidup kita sendiri. Jadi orang pikir saya
enjoy di posisi nomor satu. Sebenarnya ndak. Saya lebih enjoy di profesi di
mana saya bisa terbang sebebas burung-burung terbang di udara. Jadi, kebebasan!
Persoalan jumlah uang dan jumlah materi itu relatif. Materi jadi sedikit, kalau
kita pengeluarannya banyak. Materi jadi banyak, kalau kita pinter mengelolanya.
Jadi bukan jumlah yang saya hitung, tapi bagaimana kita mengelolanya.
Orang itu sukses karena dia dilahirkan sebagai orang
sukses, atau karena usahanya sendiri?
Saya menganut
keyakinan, ya lebih banyak karena usaha. Kalau benar keyakinan banyak orang
bahwa sukses itu terlahir, berarti sukses sesuatu yang sudah given. Tepatnya
ndak. Sukses adalah sesuatu yang harus kita upayakan, kita cari. Badan serta
jiwa kita yang mirip dengan karet yang bisa dibentuk ke mana-mana. Perkaranya
apakah kita membentuknya ke arah yang lebih berbau kegagalan atau ke arah yang
berbau keberhasilan. Itu lebih banyak bentukan kita. Ada unsur di luar bentukan
kita, tapi lebih banyak unsur bentukan kita. Jadi sukses lebih banyak diusahakan.
Terutama faktor perjuangan yang kita lakukan dalam hidup. Karet bisa ditarik
sebesar apapun tergantung seberapa kuat kita menariknya.
Kalau keberuntungan, apakah dibawa sejak lahir atau
karena diupayakan?
Bisa dua-duanya.
Ada orang mengatakan dengan seluruh ilmu hokinya, dia terlahir (beruntung)
dengan bentuk hidung dan sebagainya. Dua-duanya ada. Orang-orang yang
dilahirkan beruntung mungkin memerlukan upaya lebih rendah dibanding orang yang
terlahir tidak beruntung. Yang jelas dua-duanya sama-sama bisa berhasil. Cuma
dengan tingkat kuantitas dan kualitas usaha yang berbeda. Jangan menyetempel;
ndak hoki Anda pasti gagal, ndak!
Namun kebanyakan orang meyakini keberuntungan
dilahirkan?
Boleh saja. Dan
sebagaimana diketahui oleh sahabat-sahabat dari MLM, keberhasilan itu berawal
dari keyakinan. Kalau belum apa-apa anda sudah meyakini tidak beruntung dan
tidak berhasil, kalau kemudian anda tidak beruntung dan tidak berhasil lebih
banyak gara-gara keyakinan anda. Keyakinan itu awalnya. Dan kita bisa mengubah banyak
sekali hal lewat keyakinan. Nah, dalam mengubah proses keyakinan, penghambat
kita yang paling utama adalah mind. Mind itu bukan otak atau pikiran.
Tapi yang
jelas pikiran itu salah satu pintu menuju mind. Kalau kita bisa mengubah mind
kita menjadi mind yang absolutly and totally believe pada keberhasilan, kita
berhasil. Saya mengenal banyak orang yang secara potensial biasa-biasa saja.
Tapi karena didukung oleh yang namanya raksasa keyakinan, dia berhasil. Yang
banyak terjadi adalah orang yang potensinya rendah tapi keyakinannya tinggi,
dia berhasil. Sebaliknya, ada orang yang potensinya tinggi, tapi keyakinannya
rendah, ya ndak berhasil. Saya punya teman, orang yang brilian, pintar. Tapi
kebriliyanannya tidak membuat dia berhasil, karena menyepelekan banyak perkara.
Akhirnya nggak berhasil. Sebaliknya ada banyak orang biasa -jangan terlalu
bodoh- karena merasa dirinya punya kekurangan, kemudian dia menutup
kekurangannya dengan usaha besar-besaran. Usaha besar-besaran inilah yang
menjadi energi keberhasilan yang luar biasa.
Anda tahu,
orang-orang yang berhasil sebagian datang dari orang-orang yang ndak cerdas.
Tapi, karena kekurangcerdasan itulah kemudian dia menutup kekurangannya dengan
usaha besar. Dan kecerdasan bisa positif, bisa negatif. Positifnya, menjadi
modal lari yang kuat. Negatifnya, membuat kita menyepelekan. Sekarang
perkaranya tergantung pada kita. Mau meletakkan potensi kecerdasan dan
sebagainya sebagai modal untuk maju, atau sebaliknya membuat kita leha-leha dan
tidur siang tiap hari. Jadi kembali ke yang tadi, life is a mind game.
Jadi keyakinan yang utama?
Keyakinan intinya.
Cuma menyangkut keyakinan itu seringkali dibatasi banyak hal, antara lain
pikiran. Pikiran cara kerjanya kan berkalkulasi, berhitung. Kalau saya melompat
paling tinggi 50 cm. Kalau saya melakukan ini maksimum saya bisa mencapai ini.
Berhitung. Jadi keyakinan pertama kali dihambat oleh pikiran. Pikiran itu kayak
langit-langit (dalam ruangan) yang membatasi penglihatan kita. Kalau Anda
memiliki keyakinan yang tinggi, raksasa yang berasal dari dalam, maka yang
pertama mesti dilampaui adalah pikiran. Hanya, banyak orang yang dibelenggu dan
digembok oleh pikiran. Yang kedua adalah pengalaman, terutama yang ekstrim di
masa lalu.
Pengalaman buruk membuat orang traumatik, kemudian
ndak yakin. Pengalaman pernah berhasil membuat orang menjadi sombong. Yang
ketiga pendidikan masa kecil. Point utamanya keyakinan. Orang bodoh bisa cakap.
Orang yang nggak pengalaman bisa percaya diri. Itu karena keyakinan saja.
Banyak hal bisa berubah karena keyakinan. Orang bisa mengalami kegagalan secara
beruntun, dan akhirnya berkesimpulan, dirinya dilahirkan bukan sebagai orang
yang beruntung. Komentar Anda?
Yang terpenting sebenarnya bukan berapa banyak kita jatuh.
Tapi seberapa banyak kita bangun.
Karena keberhasilan ditentukan oleh seberapa banyak kita bangun, bukan seberapa
banyak kita jatuh. Masalahnya adalah banyak orang gagal yang lebih banyak
berhitung berapa kali jatuhnya dibanding berapa kali bangunnya. Banyak orang
mengatakan lebih banyak jatuh, lebih down anda. Saya katakan lain. Lebih banyak
anda jatuh, lebih kuat anda. Kejatuhan dalam jumlah yang banyak jangan
diijinkan sebagai sebuah kecelakaan yang membuat anda pasti runtuh. Tapi
gunakan kejatuhan yang banyak itu sebagai vitamin untuk bangkit, bangkit, dan
bangkit lagi. Dalam kehidupan banyak orang yang berhasil, mereka adalah orang
yang ndak pernah berhenti bangun.
Apakah benar semua orang dilahirkan untuk menjadi
pemenang?
Bisa ya, bisa
tidak. Kembali kepada keyakinan keberhasilan yang lebih banyak kita bentuk
dibandingkan unsur dilahirkan tadi. Kalah menang itu hanya perkara pikiran
saja. Orang menjadi kalah karena pikirannya memproduksi dia untuk menjadi
kalah. Orang menjadi menang karena pikirannya memproduksi dia menjadi menang.
Sehingga point utamanya adalah seberapa cermat kita dan seberapa pintar kita
mengelola pikiran. Pikiran itu mirip dengan pedang. Dia bisa membantu. Dengan
pikiran kita bisa mengukur, mengkalkulasi, meramalkan, memilah-milah. Tapi ada
aspek kedua dari pikiran, di samping membantu dia juga membatasi. Pikiran
membatasi orang untuk bisa terbang tinggi. “Ah, saya satpam. Sehebat-hebatnya
saya hanya kepala satpam!“. Kalau saya di banyak forum menyatakan, “Jangan
gunakan pikiran sebagai pembatas. Gunakanlah sebagai pembantu!“. Caranya hanya
satu, lampaui pikiran.
Untuk melampaui pikiran itu apa yang harus dilakukan?
Ada kegiatan
interaktif sifatnya. Dengan mencoba, ada hasil. Kalau ada hasil, keyakinan akan
naik. Coba-hasil-keyakinan. Tapi dalam lingkaran ini yang terpenting adalah
mencoba. Beda antara orang beruntung dengan orang kurang beruntung hanya dalam
jumlah mencoba. Orang yang beruntung mencobanya lebih sedikit. Orang yang
kurang beruntung mencobanya lebih banyak. Itu saja.
Perkaranya adalah
–terutama yang kurang beruntung– seberapa sabar dan seberapa tahan dia mencoba.
Orang gagal adalah orang kurang beruntung, dan mencobanya kurang banyak. Orang
beruntung sama sekali tidak mencoba, gagal juga. Perkaranya hanya frekuensi dan
jumlah kita mencoba. Saya lihat sukses menurut anda lebih banyak ditentukan
“dari dalam” bukan “dari luar”.
Padahal orang baru mau berusaha atau belajar setelah
dia melihat kondisi-kondisi di luar dirinya?
Ya. Proses belajar
banyak orang memang seperti itu. Karena dia akan belajar dari apa yang dia
lihat, apa yang diajarkan orang lain. Dari luar ke dalam. Di
tingkatan-tingkatan tertentu terbalik, nanti dari dalam ke luar. Nah,
sahabat-sahabat yang masih belajar dari luar ke dalam, nanti dia akan
menghasilkan ketergantungan. Termasuk ketergantungan kepada saya sebagai sumber
ide. Di tingkat-tingkat tertentu tidak salah belajar dari sumber luar. Tapi
kalau Anda mau mendalami substansi sukses yang lebih mendalam, kita harus
ganti. Gurunya tidak lagi orang luar, tapi inner teacher. Guru yang datang dari
dalam. Kalau Anda sudah bertemu dengan inner teacher, Anda sudah ketemu guru
terbaik. Dan dia akan membimbing Anda.
Hanya saja banyak orang yang seumur hidup tidak pernah
menemukan inner teacher. Kenapa?
Karena membiarkan
dirinya selamanya tergantung kepada guru dari luar. Pada titik tertentu Anda
harus berani memutuskan ini, adalah waktu yang tepat di mana saya berhenti
kepada orang, tetapi lebih banyak berguru pada guru yang ada di dalam.
Lebih konkritnya, bagaimana kita bergaul dengan inner
teacher itu?
Modal, sarana, dan
kendaraannya adalah rajin berefleksi. Kalau anda rajin berefleksi terutama
mempelajari catatan sejarah hidup, anda akan menemukan sebuah pola. Tapi ingat,
berefleksi itu ndak bisa sekali dua kali. Ada pola, ada pathern, ada flow. Cara
mengenali pola ini adalah dengan menandai titik-titik ekstrim di mana Anda
pernah berhasil, di mana Anda pernah terjun ke bawah.
Tanya diri Anda
sendiri, kenapa berhasil waktu itu dan kenapa gagal. Pasti ada hal-hal yang
menjadi benang merah yang menyatukan titik-titik ekstrim tadi. Nah, semakin
banyak titik-titik ekstrim yang Anda tandai, Anda akan ketemu faktor-faktor
atau variabel-variabel yang muncul di titik ekstrim itu. Kalau variabel
–katakanlah kejujuran– nah, itu benang merahnya. Atau usaha, itu benang
merahnya. Konsentrasikan pada satu faktor, satu variabel, yang hampir muncul di
semua titik ekstrim. Nah, konsentrasikan, selami, pelajari, dalami
sedalam-dalamnya satu faktor itu. Dan Anda akan dibimbing oleh inner teacher.
Kalau kita sudah menemukan inner teacher dan berpegang
kepadanya, apakah kita bisa menjadi kurang peka dengan sekeliling?
Ndak seperti itu.
Sebaliknya anda malah akan lebih peka. Orang curiga kalau kita berguru pada inner
teacher, kita jadi ndak peka, egois, ndak. Yang saya rasakan malah lebih peka
lagi. Bimbingan yang datang dari luar, kita hanya bisa berguru jika gurunya
ada. Inner teacher itu kan kita bawa ke mana-mana? Sehingga di semua tempat, di
semua situasi, Anda akan peka. Tapi kalau Anda bergantung pada guru luar, kan
anda hanya sensitif kalau gurunya ada.
Ada yang menjuluki agama anda adalah “agama cinta”.
Bisa nggak unsur cinta kasih memainkan peran dalam bisnis?
Sangat bisa, tapi
cinta dalam artian luas. Di tingkatan di mana Anda sudah sampai di ujung
kehidupan yang bernama cinta itu, tidak ada yang sulit. Kalau ukuran uang itu
kan relatif, rezeki di tangan Tuhan. Tapi di puncak kehidupan yang bernama
cinta itu, saya katakan sudah sampai di tingkatan ekstasi. Jadi keberhasilan
tidak lagi dilawankan dengan kegagalan. Keberhasilan ya keberhasilan.
Keberhasilan yang masih dilawankan dengan kegagalan itu menunjukkan Anda masih
belum sampai di tingkatan cinta. Tingkatan bawah. Cinta itu tidak mengenal
dikotomi, tidak mengenal hitam putih, tidak lawan-lawanan. Cinta ya cinta,
keberhasilan ya keberhasilan. Jangan dilawankan dengan kegagalan.
Tapi di bisnis orang selalu melihat winner and loser?
Nah, itu hasil
produksi pikiran. Winner and loser, true and false, right and wrong, itu hasil
pekerjaan pikiran. Cinta itu melampaui pikiran. Tidak hanya melampaui pikiran,
bahkan melampaui waktu. Bayangkan cinta seorang ibu kepada anak. Saya punya ibu
sudah almarhum, tapi cintanya masih saya rasakan. Bayangkan cinta Ibu Theresa
yang sudah meninggal beberapa tahun lalu, dia dirasakan oleh seluruh umat yang
peka terhadap cinta kasihnya Ibu Theresa. Bayangkan senyuman seorang Lady Diana
yang sudah meninggal di Paris, tapi orang masih terbayang kan dengan senyum-
senyumnya yang lembut. Perjuangan seorang Mahatma Gandhi, akan dikenang sampai
seratus dua ratus tahun kemudian dalam sejarah dunia. Kalau Anda di tingkatan
cinta, banyak hal sudah dilampaui. Hanya saja cinta sebagai spirit, bukan cinta
sebagai sebuah pengertian sebagaimana yang dilakukan kata-kata.
Kata-kata kan selalu untuk menerangkan bahwa kalau
hitam harus ada putih?
Orang hanya bisa
mengerti cinta kalau ada kebencian. Ndak, ini di luar pengertian. Masalahnya
paradigma yang dominan, the winner is always the best. Ketika the winner
muncul, selalu ada the loser….Nah, itu paradigma yang harus kita bongkar. Kalau
dalam frame of mind cinta, tidak ada winner and loser. Yang ada hanya winner.
Everybody adalah the winner. Tidak ada loser dalam tingkatan cinta.
Kenapa?
Karena di
tingkatan cinta kita sudah memeluk cinta dan kebencian, pujian dan makian,
siang dan malam, pria dan wanita, suka dan duka, dalam sebuah lingkaran yang
sama mesranya. Sama dengan saya sekarang ini, kan dilayani dan dipuja orang
karena jabatan. Karena baju. Tapi besok lusa atau nanti saat harus pensiun,
nggak lagi dilayani orang. Karena apa? Karena baju lagi. Artinya apa? Yang
dipuja, dilayani, dan dimaki itu baju. Pujian dan makian itu ditujukan ke baju,
tidak ke diri kita sendiri. Kalau kita konsentrasi ke dalam cinta yang ada
dalam diri kita, tidak ada pujian dan makian. Semuanya tidak perlu mempengaruhi
kita. Licin! Seperti air yang menetesi batu es. Lewat! Itu cinta. Tidak lagi
mengenal hitam putih.
Bagaimana caranya supaya orang-orang yang masih berada
di tataran pemikiran-pemikiran sangat rasional mengenal bahasa-bahasa cinta?
Nah, gurunya yang
di balik. Ke inner teacher. Sayangnya kebanyakan orang masih bergantung kepada
guru-guru dari luar. Dan guru-guru dari luar kebanyakan menyampaikan pesannya
melalui sarana bahasa dan kata-kata pikiran. Dalam bahasa dan sarana pikiran
terjadi dikotomi. Tapi kalau gurunya inner teacher, ndak! Ini inner teacher
saya yang bicara…. salah satu cara untuk bisa di tingkatan cinta, atau cara di
mana kita bisa melampaui mind dan pikiran, adalah keikhlasan. Cuman bukan
keikhlasan yang tanpa usaha. Ikhlas tanpa usaha itu keliru. Tapi ikhlas plus
kerja keras.
Beda… jadi orang
kerja keras, berusaha maksimal, tapi hasilnya ikhlas itu ekstasi. Tidak lagi
mengenal ukuran-ukuran angka. Tidak lagi melihat keberhasilan sebagai lawan
kegagalan. Winner and loser itu ndak ada. Jadi ikhlas yang bisa membawa kita
terbang lebih tinggi dari pikiran kita. Sayangnya orang-orang yang rasional,
orang-orang yang masih mengenal winner and loser itu dibatasi oleh
langit-langit yang namanya pikiran, dan kemudian dia ndak bisa terbang. Padahal
untuk bisa terbang ini ada sayap yang bernama keikhlasan, di mana tidak ada
lagi hitungan. Sama dengan sahabat-sahabat di MLM dan direct marketing. Kalau Anda
bertemu orang dengan sebuah hitungan mudah-mudahan orang itu jadi network,
orang itu membeli, keberhasilan itu terbatas. Tapi kalau Anda bertemu dengan
orang dengan spirit cinta yang ikhlas, keberhasilannya tidak terbatas. Kadang
keikhlasan itu menyakitkan. Kita ikhlas ditipu orang. Kita ikhlas terus dipecat
orang, ya bisa menyakitkan. Kita ikhlas dikira bodoh, itu menyakitkan. Tapi
jangan pernah lupa! Di suatu tempat kita jatuh dua tangga karena ikhlas, di
tempat lain kita dinaikkan dua puluh tangga oleh Tuhan. Cuma itu hanya bisa
dilakukan oleh manusia-manusia yang keikhlasannya total. Keikhlasan disertai
kerja keras.
Tahapan-tahapan apa yang perlu dilalui supaya orang
bisa sampai pada keikhlasan?
Cara, tips,
teknik, itu kan kayak kendaraan. Teknik saya ini hanya kendaraan yang cocok
dengan saya. Kalau ada orang yang cocok dengan cara ini syukur alhamdullilah.
Kendaraan itu banyak. Ada yang menyebut meditation, kendaraan kerja keras,
macam-macamlah. Tapi saya suka berbagi kepada orang yang namanya jalan-jalan
yoga. Ini tidak ada kaitannya dengan agama. Dalam jalan-jalan yoga itu ada
delapan tingkatan. Tingkatan satu dan dua adalah good daily life, yaitu
kehidupan sehari-hari yang penuh dengan kebajikan. Sederhananya ya jalankan
perintah agama masing-masing. Good daily life, kurangi menyakiti hati orang,
bantu sebanyak mungkin orang, lakukan pekerjaan Anda dengan rasa cinta yang
penuh. Tiga dan empat adalah mengelola badan kita. Terutama panca indera,
mulut, mata, telinga. Karena alasan itu sudah sejak lama saya vegetarian
sebagai bagian dari perjalanan yoga. Di samping itu adalah mengelola perhatian.
Apa yang kita perhatikan berulang-ulang dalam waktu yang lama akan membuat
kehidupan kita sebagaimana yang kita perhatikan. Kalau Anda sering memperhatikan
kehidupan seseorang, orang itu terus Anda amati dari A sampai Z, lama-lama Anda
akan mirip dengan dia kehidupannya. The power of attention. Anda memperhatikan
nafsu seks, Anda akan liar, pingin-pingin-pingin. Anda perhatikan makanan enak,
nanti anda tertarik terus pada makanan.
Makanya ada
istilah attention is the active partner of intention. Perhatian adalah mitra
aktifnya niat. Kalau kita memperhatikan serangkaian perilaku, sama dengan
meniatkan diri kita sendiri untuk berkembang ke sana. Kalau Anda ingin
berhasil, perhatikan hanya faktor-faktor yang berbau keberhasilan. Bilamana
perlu seluruh panca indera Anda hanya digunakan untuk keberhasilan. Mata hanya
untuk melihat yang berhasil, telinga hanya untuk mendengar yang berhasil, mulut
makan sambil membayangkan raw material keberhasilan, semuanya.
Lima dan enam baru
mengelola pernafasan. Pernafasan maksud saya adalah the breath of life is love.
Nafasnya hidup itu cinta. Kalau Anda melihat dan mengalami semuanya dengan
spirit-spirit cinta, Anda sudah sampai di tingkat lima dan enam. Tujuh itu
meditasi, delapan itu enlightment, pencerahan. Nah, ndak perlu sampai
delapanlah. Kalau Anda sampai di lima dan enam, live, life, and love. Maka
inner teacher-nya ketemu. Keikhlasan. Syukur-syukur sampai tujuh dan delapan.
Mengapa Anda suka memasang gambar bertuliskan leader
dan opportunity? Apa maknanya?
Saya terutama suka
opportunity gambarnya bagus. Peluang adalah pulau yang berada di tengah-tengah
kesulitan. Di kita, terutama di direct marketing dan MLM banyak orang baru,
begitu ketemu kesulitan langsung mundur. Ketemu tantangan mudah menyerah. Kalau
saya menemui kesulitan saya bayangkan diri saya tengah mencari pulau yang di
tengah itu. Karena peluang selalu bersembunyi di tengah-tengah kesulitan. Di
bisnis DS/MLM orang memiliki spirit membantu orang lain menjadi sukses.
Apakah itu bagus menurut Anda?
Yang saya amati
banyak orang yang mendapatkan member atau downline dengan cara-cara yang
“memaksa” atau “berbohong”. Walaupun yang dengan cara-cara jujur juga banyak.
“Memaksa” atau “berbohong” adalah cara yang cepat atau lambat akan
menghancurkan profesi itu sendiri. Saya justru menghargai sahabat-sahabat
direct marketing atau MLM yang jujur sejak awal. Imej direct marketing dan MLM
di Indonesia jadi kurang baik gara-gara itu. Padahal ada 1001 cara di mana kita
bisa mengajak orang menjadi network kita tanpa perlu berbohong. Saya masih
percaya kejujuran, ketulusan, dan cinta akan membantu dan menyelamatkan orang.
Anda sudah mendapatkan semua yang diinginkan. Apalagi
yang ingin Anda capai?
Bagi saya
kehidupan adalah perjalanan jiwa menuju Tuhan. Restless soul, jiwa yang tidak
pernah berhenti berjalan. Dan dalam proses berjalan itu yang dicari adalah
usaha penyatuan dengan Tuhan. Apapun profesi kita mau MLM, direct marketing
atau wartawan, pandang seluruh perjalanan kita menuju arah sana. Kesuksesan,
kegagalan, harta, tahta, rumah dan mobil, itu kalau dalam perjalanan mirip
dengan pohon-pohon di pinggir jalan. Dan itu akan kita lewati. Kalau hari ini
Anda naik mercedes jangan lupa itu akan Anda lewati. Entah lewat gara-gara
meninggal, dijual, atau ganti yang lain. Celakanya di kita banyak sekali orang
berjalan berhenti di tengah jalan memperhatikan pohon yang ditemukan. Entah
pohon itu harta, pujian orang lain, terkenal, ketenaran, makian, hujatan, saya
ndak mau berhenti.
Jangan berhenti di
pohon-pohon simbol keberhasilan. Jalan terus! Dan kendaraan utama yang membuat
perjalanan saya agak peaceful itu adalah ikhlas. Dalam tingkat keikhlasan
total, perjalanan kita seperti berjalan di langit. Berjalan ndak ada hambatan.
Banyak orang perjalanannya terhambat karena mobilnya menabrak pohon. Kalau yang
dia tabrak kegagalan ndak masalah, karena kegagalan membuat kita berubah
kemudian berusaha lagi. Yang bahaya adalah (menabrak) keberhasilan, karena kita
terikat dengan simbol-simbol keberhasilan. Kayak saya terkenal, saya mau
selamanya terkenal, terikat! Keberhasilan sering memproduksi keterikatan.
Makanya saya sering mengatakan keberhasilan memproduksi kegagalan permanen.
Kenapa? Karena dengan keberhasilan Anda menghasilkan benda-benda mewah. Dan
dengan benda-benda mewah itu Anda terikat, dan dalam keterikatan itulah
perjalanan Anda terhenti. Itu yang saya sebut kegagalan permanen.
(Wawancara ini
pernah dimuat di Tabloid Network Indonesia Edisi Khusus No. 09/Thn 1/10
Desember 2001)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar