Minggu, 30 Oktober 2016

BERBAGI TELOR

Beberapa hari yang lalu teman saya membeli telor satu kilogram. Harganya Rp20.000. Saya tahu bahwa harga telor biasa sekitar itu. Untuk telor satu kilogram biasanya terdiri dari 16 atau 17 telor. Saya membayar teman saya Rp10.000 untuk urunan. Teman saya mengatakan bahwa kali ini ia dapat 16 telor dan langsung ditaruh di dalam kulkas.

Selama 2 atau 3 hari setelah itu saya belum makan telor. Tetapi teman saya sudah makan telor 2 atau 3 buah. Karena itu teman saya bertanya, “Kenapa tidak makan telor?” Lalu saya mengatakan, “Saat ini saya belum berminat makan telor. Mie-nya belum beli. Jadwal belanja di Alfamart masih beberapa hari lagi.” Lalu ia mengatakan bahwa ia akan makan beberapa lagi, jadi nanti kalau sudah makan 8 telor akan berhenti.

Dari pertanyaan itu saya tahu bahwa sebenarnya teman saya gelisah. Ia ingin berbagi dengan saya secara adil. Saya beruntung karena mendapatkan teman yang baik seperti dia. Ia sangat berhati-hati terkait urusan makanan, urusan sabun cuci, apalagi urusan uang. Tetapi saya menganggap bahwa kali ini teman saya ‘terlalu berhati-hati.’

Dari awal saya ingin hal yang mudah untuk pembagian. Apalagi ini antar teman. Saya tidak terlalu memperhatikan berapa banyak telor yang harus saya makan. Saya tahu bahwa normalnya juga dibagi dua. Saya dapat 8 telor dan teman saya dapat 8 telor. Tetapi dalam realitasnya tidak seperti itu. Semua telor itu tidak langsung kami makan sekaligus. Jadi perlu beberapa minggu habis. Kami tidak mungkin bisa menghitung secara tepat.

Saya sejak dulu punya pemikiran: “Jika saya yang mendapatkan lebih sedikit, itu berarti hadiah/sedekah dari teman saya. Jika teman saya yang mendapatkan lebih sedikit, berarti itu hadiah/sedekah saya untuk teman saya.”

Apalagi kami satu rekan kerja. Kami dalam satu tim. Karena itu kami sering berbagi pekerjaan (masalah). Kami sering berbagi peralatan. Kami juga sering berbagi file/berkas. Kami saling berbagi printer. Kami juga saling berbagi cerita. Dalam urusan pribadi, kami berbagi alat dapur, kami berbagi garam, kami berbagi minyak. Bahkan kami juga berbagi sabun cuci. Kami saling berbagi rezeki dalam banyak hal.

Karena itu tidak mungkin semuanya bisa akurat dalam hal pembagian. Siapa yang paling banyak menggunakan sabun cuci? Siapa yang lebih banyak makan telor? Kami ingin menyederhanakan persoalan. Kami tidak ingin sibuk dengan urusan pembagian (persoalan) seperti itu. Ada banyak masalah lain yang harus kami pikirkan.

Seperti kasus di malam hari Senin kemarin. Saat itu saya tidak bisa tidur. Lalu saya meneliti ulang kembali dokumen Invoice perusahaan di dalam map untuk esok pagi-nya. Ada tiga dokumen Invoice yaitu Paket R, S dan A. Masing-masing ada beberapa berkas terlampir yang telah ditandatangani. Paling tidak ada 20 lembar kertas. Semua sudah lengkap dan disusun rapi sesuai urutan.

Malam itu saya menemukan lembar terakhir antara berkas S dan A tertukar. Teman saya ada kesalahan dalam menandai. Karena itu saya heran, karena nominal angkanya tidak sama. Ada selisih sekian puluhan juta rupiah. Sebelumnya saya tidak memperhatikan bagian ini. Saya percaya saja saat itu ketika teman saya memberikannya kepada saya. Saya tidak meneliti sebelumnya.

Untungnya itu bukan masalah besar. Tanda itu ditulis dengan pensil jadi itu bisa dihapus. Saya kemudian menghapusnya dan menempatkannya pada map yang tepat. Yang lembar S dalam map S dan yang lembar A dalam map A.

Saya baru memberitahu tentang ---kesalahan ini kepada teman saya di pagi hari. Yang seperti ini adalah masalah biasa yang ada dalam kehidupan kita. Dimanapun dan siapapun orang pasti mengalami kesalahan.

Rezeki kita dan orang-orang di sekitar kita itu menurut saya dibagikan Tuhan secara bersamaan. Karena itu kadang kita kesulitan untuk membaginya secara akurat.

Anggap saja antara dokumen R, S dan A itu seperti 3 orang teman, tetangga atau keluarga. Bisa saja terjadi kesalahan seperti dokumen invoice perusahaan kami, (antara R, S dan A). Tetapi pada akhirnya sesuai dengan takdir yang sudah digariskan sebelumnya.Tidak ada takdir Tuhan yang salah. Kami yakin bahwa rezeki tidak akan tertukar. 

Imam Hasan Al Bashri (semoga Allah mengasihinya) berkata: “Aku yakin bahwa rezekiku tidak akan tertukar, karena itu hatiku tenang. Aku yakin bahwa amalku tidak mungkin digantikan orang lain, karena itu aku semangat beribadah. Aku yakin bahwa Allah mengawasiku, karena itu aku malu berbuat maksiat. Aku yakin bahwa mati selalu membuntutiku, karena itu aku selalu siap menghadapinya.”

Karena itu saya punya keyakinan yang kuat. Bahwa telor-telor itu, di sana sudah ada tulisan yang tak terlihat. Siapa yang akan makan telor yang ini dan telor yang itu nantinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar