Beberapa hari yang lalu teman saya membeli telor satu
kilogram. Harganya Rp20.000. Saya tahu bahwa harga telor biasa sekitar itu.
Untuk telor satu kilogram biasanya terdiri dari 16 atau 17 telor. Saya membayar
teman saya Rp10.000 untuk urunan. Teman saya mengatakan bahwa kali ini ia dapat
16 telor dan langsung ditaruh di dalam kulkas.
Selama 2 atau 3 hari setelah itu saya belum makan
telor. Tetapi teman saya sudah makan telor 2 atau 3 buah. Karena itu teman saya
bertanya, “Kenapa tidak makan telor?” Lalu saya mengatakan, “Saat ini saya
belum berminat makan telor. Mie-nya belum beli. Jadwal belanja di Alfamart
masih beberapa hari lagi.” Lalu ia mengatakan bahwa ia akan makan beberapa
lagi, jadi nanti kalau sudah makan 8 telor akan berhenti.
Dari pertanyaan itu saya tahu bahwa sebenarnya teman
saya gelisah. Ia ingin berbagi dengan saya secara adil. Saya beruntung karena
mendapatkan teman yang baik seperti dia. Ia sangat berhati-hati terkait urusan
makanan, urusan sabun cuci, apalagi urusan uang. Tetapi saya menganggap bahwa
kali ini teman saya ‘terlalu berhati-hati.’
Dari awal saya ingin hal yang mudah untuk pembagian.
Apalagi ini antar teman. Saya tidak terlalu memperhatikan berapa banyak telor
yang harus saya makan. Saya tahu bahwa normalnya juga dibagi dua. Saya dapat 8
telor dan teman saya dapat 8 telor. Tetapi dalam realitasnya tidak seperti itu.
Semua telor itu tidak langsung kami makan sekaligus. Jadi perlu beberapa minggu
habis. Kami tidak mungkin bisa menghitung secara tepat.
Saya sejak dulu punya pemikiran: “Jika saya yang
mendapatkan lebih sedikit, itu berarti hadiah/sedekah dari teman saya. Jika
teman saya yang mendapatkan lebih sedikit, berarti itu hadiah/sedekah saya
untuk teman saya.”
Apalagi kami satu rekan kerja. Kami dalam satu tim.
Karena itu kami sering berbagi pekerjaan (masalah). Kami sering berbagi
peralatan. Kami juga sering berbagi file/berkas. Kami saling berbagi printer.
Kami juga saling berbagi cerita. Dalam urusan pribadi, kami berbagi alat dapur,
kami berbagi garam, kami berbagi minyak. Bahkan kami juga berbagi sabun cuci. Kami
saling berbagi rezeki dalam banyak hal.
Karena itu tidak mungkin semuanya bisa akurat dalam
hal pembagian. Siapa yang paling banyak menggunakan sabun cuci? Siapa yang
lebih banyak makan telor? Kami ingin menyederhanakan persoalan. Kami tidak
ingin sibuk dengan urusan pembagian (persoalan) seperti itu. Ada banyak masalah
lain yang harus kami pikirkan.
Seperti kasus di malam hari Senin kemarin. Saat itu
saya tidak bisa tidur. Lalu saya meneliti ulang kembali dokumen Invoice
perusahaan di dalam map untuk esok pagi-nya. Ada tiga dokumen Invoice yaitu
Paket R, S dan A. Masing-masing ada beberapa berkas terlampir yang telah
ditandatangani. Paling tidak ada 20 lembar kertas. Semua sudah lengkap dan
disusun rapi sesuai urutan.
Malam itu saya menemukan lembar terakhir antara berkas
S dan A tertukar. Teman saya ada kesalahan dalam menandai. Karena itu saya
heran, karena nominal angkanya tidak sama. Ada selisih sekian puluhan juta
rupiah. Sebelumnya saya tidak memperhatikan bagian ini. Saya percaya saja saat
itu ketika teman saya memberikannya kepada saya. Saya tidak meneliti
sebelumnya.
Untungnya itu bukan masalah besar. Tanda itu ditulis
dengan pensil jadi itu bisa dihapus. Saya kemudian menghapusnya dan
menempatkannya pada map yang tepat. Yang lembar S dalam map S dan yang lembar A
dalam map A.
Saya baru memberitahu tentang ---kesalahan ini kepada
teman saya di pagi hari. Yang seperti ini adalah masalah biasa yang ada dalam
kehidupan kita. Dimanapun dan siapapun orang pasti mengalami kesalahan.
Rezeki kita dan orang-orang di sekitar kita itu
menurut saya dibagikan Tuhan secara bersamaan. Karena itu kadang kita kesulitan
untuk membaginya secara akurat.
Anggap saja antara dokumen R, S dan A itu seperti 3
orang teman, tetangga atau keluarga. Bisa saja terjadi kesalahan seperti
dokumen invoice perusahaan kami, (antara R, S dan A). Tetapi pada akhirnya
sesuai dengan takdir yang sudah digariskan sebelumnya.Tidak ada takdir Tuhan
yang salah. Kami yakin bahwa rezeki tidak akan tertukar.
Imam Hasan Al Bashri (semoga Allah mengasihinya)
berkata: “Aku yakin bahwa rezekiku tidak akan tertukar, karena itu hatiku
tenang. Aku yakin bahwa amalku tidak mungkin digantikan orang lain, karena itu
aku semangat beribadah. Aku yakin bahwa Allah mengawasiku, karena itu aku malu
berbuat maksiat. Aku yakin bahwa mati selalu membuntutiku, karena itu aku
selalu siap menghadapinya.”
Karena itu saya punya keyakinan yang kuat. Bahwa
telor-telor itu, di sana sudah ada tulisan yang tak terlihat. Siapa yang akan
makan telor yang ini dan telor yang itu nantinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar