Sabtu, 16 April 2016

PENDERITAAN



Penderitaan itu akan selalu datang (ada) dalam kehidupan.
Sama seperti rasa haus dan lapar, yang selalu datang berulang kali.
Saat kita lapar, lalu kita makan, maka rasa lapar itu hilang.
Saat kita haus, lalu kita minum, maka rasa haus itu juga hilang.
Tetapi rasa lapar dan haus itu akan datang lagi, nanti.
Penderitaan juga demikian,
Ia akan datang lagi kepada kita suatu saat nanti.

Penderitaan adalah bagian penting dari kehidupan.
Penderitaan adalah suatu hal yang biasa dalam kehidupan.
Setiap orang pasti mengalami.
Adalah ujian Tuhan untuk menaikkan derajat kita ke lebih tinggi.
Bukankah kita ingin lebih kuat?
Bukankah kita ingin naik kelas?
Penderitaan itulah sarananya...

Minggu, 03 April 2016

IBUKU-BERHARAP HARGA BERAS ITU MAHAL




Orang tua saya adalah seorang petani di desa. Suatu saat ibu saya mengeluh tentang mahalnya harga pupuk pada masa tanam.  Sekarang sulit untuk mendapatkan pupuk di pasaran, lain dengan masa dahulu. Namun jika masa panen tiba,  harga padi di pasaran terlalu murah. Ibu saya menyalahkan pemerintah yang tidak bisa  mengendalikan ketersediaaan dan kestabilan harga pupuk. Pemerintah juga kesulitan untuk menjaga kestabilan harga beras. Ibu saya berharap bahwa harga padi atau beras itu mahal, agar kami para petani untungnya banyak.

Ibu saya mengatakan, “Menjadi petani sekarang susah, tidak ada untungnya.” Saya tahu bahwa hampir semua petani juga mengatakan hal yang demikian. Mereka para petani merasa rugi, dan sulit mendapatkan keuntungan. Ibu saya mengeluhkan tentang hal ini berkali-kali. Saat itu saya hanya diam. Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan.

Suatu hari ibu saya mengeluh lagi tentang hal yang sama. Lalu saya terinspirasi untuk mengatakan, “Ibu, saya juga berharap bahwa pupuk itu mudah didapatkan. Saya juga berharap harga pupuk itu murah. Saya berharap harga padi itu setinggi mungkin. Dengan begitu kita para petani bisa mendapatkan banyak keuntungan.
Tetapi coba ibu pikirkan lagi. Sekarang manusia semakin bertambah banyak. Masing-masing orang ingin mendapatkan banyak keuntungan (uang). Karena itu ada sebagian dari kita yang berbuat curang. Meski pemerintah sudah berupaya untuk menjamin tersedianya harga pupuk murah, tetapi orang-orang tertentu berniat sebaliknya. Mereka berharap harga pupuk itu tinggi, dengan demikian mereka mendapat untung besar.”

Saya masih menambahkan, “Ibu, anak-anak dan cucu-cucumu sekarang tinggal di kota. Mereka tidak punya sawah untuk menanam padi. Tetapi mereka setiap hari membutuhkan beras untuk dimakan. Jika harga beras itu mahal, mereka pasti sedih. Mereka selalu berharap bahwa harga beras itu murah. Dengan begitu mereka lebih banyak menghemat uang tiap hari. Sisa uangnya bisa digunakan untuk kebutuhan yang lain. Ada banyak kebutuhan yang harus dipenuhi anak-anak dan cucu-cucumu tiap hari. Apalagi ibu sekarang kan sudah tua dan pasti sudah penuh dengan pengalaman hidup. Ibu juga bukan seorang yang kekurangan. Apa yang bapak miliki saat ini sudah cukup untuk menyambung hidup kalian. Sudah saatnya bagi ibu untuk mengurangi keinginan (kesenangan) keduniaan, tetapi lebih banyak ibadah untuk akherat. Apalagi kebutuhan ibu juga tidak banyak. Ibu lebih suka tinggal di rumah dan mengurus pekerjaan rumah tiap hari. Ibu lebih suka mendengar berita RRI dan melihat berita TVRI sebagai hiburan daripada ngrumpi sama tetangga. Ibu tidak suka baju baru atau memakai perhiasan. Ibu lebih suka memakai baju bekas anak-anakmu sendiri. Ibu  juga tidak suka jalan-jalan untuk wisata ke kota. Ibu tidak lagi butuh kesenangan lain seperti anak muda jaman sekarang.”

Setelah penjelasan saya tadi ibu saya mengerti. Sekarang ia tidak banyak mengeluh lagi jika sulit mendapatkan pupuk atau ketika harga pupuk mahal. Ibu juga tidak banyak mengeluh jika harga beras murah. Ibu saya juga tidak menyalahkan pemerintah lagi. Sebenarnya masalah negara ini terlalu besar dan terlalu rumit. Pemerintah sangat sulit untuk membuat keputusan yang benar dan menguntungkan banyak orang.

Demikan juga bagi saya. Saya merasa tidak mampu dalam memikirkan masalah ini. Masalah ini terlalu besar bagi saya untuk dicarikan solusi terbaiknya. Seperti yang baru saja saya katakan pada Pak Subur selepas shalat Dhuhur tadi: “Mungkin yang bisa kita lakukan hanyalah berdoa kepada Tuhan. Kita masih beruntung, negara kita tidak dilanda peperangan seperti di Suriah-Timur Tengah atau konflik di Rohingya-Myanmar. Jika hal itu terjadi, lalu kita akan mengungsi kemana....?”

Penulis: Sri Widodo ST; Rumah di Jl. Sawo 4, Rawa Mangun, Jakarta Timur; Minggu, 3 Maret 2016;

Kamis, 31 Maret 2016

MENGAPA SAYA? MENGAPA TIDAK?



Oleh: Hasanudin Abdurakhman

Almarhum Pepeng adalah sosok yang inspiratif. Dalam keadaan sakit parah pun, dia masih sanggup menjadi inspirasi.

Ketika sakit parah, ia sempat protes pada Tuhan. Why me? Kenapa saya diperlakukan begini? Kenapa saya yang duji dengan ujian ini? Pepeng menemukan jawaban Tuhan. Singkat saja: Why not?

Kalau kita percaya pada Tuhan yang maha kuasa, pertanyaan atau protes kita itu menjadi konyol. Karena Tuhan maha kuasa, jadi, ya suka-suka Dia. Kenapa saya? Kenapa tidak? Kenapa kita merasa harus diistimewakan oleh Tuhan?

Tapi apa sebenarnya ujian yang sering kita ratapi? Hidup itu seperti berjalan menembus hujan. Siapapun yang berjalan menembus hujan, akan diterpa air hujan. Tanpa kecuali. Jadi, tidak ada yang berhak mengeluh ketika terkena air. Kalau tidak mau terkena air, jangan berjalan menempuh hujan. Artinya, jangan hidup, mati saja.

Apakah hujan itu petaka, atau sebenarnya rahmat? Itu hanya soal mind set kita. Hujan itu petaka atau rahmat, itu hanya soal bagaimana cara kita melihatnya.

Bagi orang yang menganggap basah itu masalah, maka hujan itu adalah petaka. Orang yang sedang haus, cukup membuka mulutnya, maka ia mendapatkan minuman.

Yang menganggap basah itu masalah, bisa memilih untuk memakai payung atau berteduh. Kalaupun akhirnya dia terpaksa basah karena tidak jalan untuk menghindar, apa boleh buat. Toh, basah itu tidak membunuhnya.

Begitulah. Kadang kita lupa, bahwa ujian terbesar dalam hidup itu kematian. Itu satu-satunya ujian yang kita tidak mongkin lolos. Di luar itu, kalau apapun yang kita hadapi itu kita anggap ujian, maka tak ada satu pun ujian yang kita tidak bisa melewatinya.

Sekali lagi, rahmat atau musibah itu semata soal mind set kita saja. Kita sebut rahmat kalau akibat sesaatnya adalah sesuatu yang kita sukai. Sebaliknya, kita anggap itu musibah, karena kita tidak menyukainya.

Andaikan Anda tiba-tiba mendapat uang 10 milyar rupiah hari ini, Anda tentu menganggapnya rahmat. Tapi sekali lagi, uang itu rahmat atau bukan, tergantung pada cara Anda bersikap. Sama seperti Anda bersikap terhadap curahan air hujan tadi. Dengan uang itu di tangan, Anda mungkin akan lupa daratan. Itu mungkin akan jadi pangkal kehancuran Anda dan keluarga Anda. Who knows? Kelak Anda akan sadari bahwa yang tadinya Anda kira rahmat, ternyata menjadi laknat.

Sebaliknya, kalau Anda hari ini sakit demam berdarah, Anda akan menganggapnya musibah. Lagi-lagi, musibah atau rahmat, itu ada pada pikiran Anda. Kalau Anda bersikap positif, Anda berobat, lalu sembuh.

Tubuh Anda akan jadi lebih kuat. Anda akan lebih hati-hati menjaga kesehatan. Akhirnya, penyakit tadi menjadi rahmat. Mengeluh, meratap, mungkin akan membuat penyakit makin parah. Tidak hanya fisik yang sakit, jiwa pun menjadi sakit.

Jadi sekali lagi, hidup itu ibarat berjalan menembus hujan. Jangan merasa istimewa kalau Anda basah. Biasa saja. Karena semua orang juga basah. Jangan merasa istimewa ketika sedang menghadapi sesuatu yang tidak menyenangkan, lalu mendongak ke atas dan bertanya, “Why me?” Karena Tuhan akan dengan enteng menjawabnya, “Why not?”

Pertanyaan yang lebih tepat pada saat itu adalah, “Apa yang perlu saya lakukan sekarang?”

Sumber:
http://edukasi.kompas.com/read/2016/03/29/06270071/Why.Me.Why.Not.
Tulisan Hasanudin Abdurakhman lain bisa dibaca juga di http://abdurakhman.com 


Catatan Tambahan: Jangan Bunuh Diri

Dari Jundub bin Abdullah, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Dahulu ada seorang  laki-laki dari umat sebelum kalian mengalami luka parah pada tubuhnya. Namun ia tidak sabar menahan rasa sakitnya. Maka ia mengambil sebilah pisau, lalu mengiris tangannya dengan pisau tersebut.  Darah pun tidak berhenti mengalir darinya hingga ia mati. Allah ta’aala berfirman: ‘Hamba-Ku mendahului-Ku dengan menyegerakan kematiannya, maka Aku mengharamkan Surga atasnya.” (HR. Bukhari)
 

Minggu, 24 Januari 2016

PENTINGNYA SEORANG TEMAN


Saat ini saya mendapat fasilitas motor dari perusahaan  yang dilengkapi kunci pengaman khusus (alarm anti pencurian) untuk keamanan. Ada remote khusus yang harus saya bawa untuk mengaktifkan dan mengaktifkan kunci pengaman itu. Setelah beberapa lama pemakaian, akhir-akhir ini remote ada masalah. Jarak jangkauan  remote  mulai berkurang. Yang semula remote bisa digunakan untuk jarak beberapa meter dari motor, kini saya harus mendekat setengah meter. Saya menduga baterai remote mulai melemah. Menurut saya itu persoalan yang mudah untuk saya atasi. Saya pernah bekerja di perusahaan sebagai seorang teknisi. 

Masalah terbesar mengenai hal ini adalah bagaimana saya bisa membuka remote tersebut? Saya juga tidak tahu toko dimana saya harus  membeli baterai yang baru. Saya juga tidak punya obeng kecil untuk membukanya. Saya adalah seorang pendatang baru di Jakarta. Dan saya tidak ingin membeli obeng. Menurut saya tidak sepadan kalau saya harus membeli obeng.

Ketika Pak Eka Satriya, teman saya datang. Saya mengatakan tentang permasalahan remote saya. Lalu beliau mengatakan tentang obeng kecil yang dia punya. Ketika saya sedang melakukan aktivitas lain, ternyata teman saya sudah berhasil membuka remote itu. Tetapi beliau tidak menemukan letak baterai yang ada di remote. Dia takut. Jika memaksa, nanti malah merusakkan remote itu. Akhirnya ia menutup kembali remote itu dan memberitahu saya bahwa ia telah berhasil membuka remote, tetapi tidak tahu dimana letak baterainya.

Saya penasaran tentang apa yang dikatakan teman saya. Lalu saya membuka lagi remote itu dengan obeng teman saya. Saya berhasil membukanya dan menemukan letak baterai remote tersebut dipasang. Remote itu menggunakan dua baterai 3 Volt; tipe baterai CR2016.

Teman saya heran dengan apa yang saya lakukan. Menurutnya, ia kurang teliti.

Lalu saya bilang, “Pak, inilah gunanya teman. Peristiwa ini adalah sesuatu yang biasa. Beberapa waktu lalu kakak saya meminta Setting handphone baru untuk orang tua saya. Saya tidak tahu mengapa, saya merasa kesulitan saat itu. Padahal menurut saya itu sesuatu yang seharusnya mudah untuk dilakukan. Saya memerlukan waktu seharian agar handphone bisa digunakan semestinya. Tetapi masih ada juga beberapa hal yang saya tidak bisa. Saya tidak bisa merubah jam dan tanggal dari handphone itu. Saya menyerah, dan menganggap handphone itu tidak bagus, karena menyulitkan saya selaku penggunanya. Selang satu hari saya meminta teman saya Ferry untuk mengubah jam dan tanggal handphone itu. 

Belum ada beberapa menit, teman saya Ferry memberikan handphone itu kepada saya. Setting-Pengaturan jam dan tanggal  sudah tepat. Saya heran, lalu bertanya kepada teman saya, “Bagaimana kamu melakukannya?” Ferry menjawab, “Di menu Setting---Pengaturan, Mas.” Saya berkata, “Saya tahu itu. Tetapi  saya telah berusaha seharian dan tidak menemukan menu itu di dalam handphone.” 

Menu handphone itu ternyata ada sebagian yang masih tersembunyi. Tidak seperti handphone yang saya punya, menu utama terlihat semuanya di layar, tidak ada satupun menu yang tersembunyi. Saya mengira handphone itu hanya mempunyai empat Menu Utama saja. Saya juga sudah menelusuri menu yang ada berulang-kali, tetapi saya tidak menemukan Setting---Pengaturan. Saya yakin, untuk mengatur jam dan tanggal untuk setiap handphone ada di menu itu. 

Peristiwa itu memberikan saya pelajaran, dalam kehidupan kadang kita mengalami kejadian seperti itu. Bahwa ada kelemahan dan kekurangan dalam diri kita. Tidak semua hal kita bisa lakukan. Tidak semua hal kita mampu. Tidak setiap saat kita kuat dan percaya diri. Tidak semua hal kita bisa punya.

Mungkin kita merasa kaya, tetapi kita tidak mungkin bisa hidup sendirian. Kita tetap memerlukan orang lain dalam kehidupan kita. 

Ada sebagian masalah kita yang hanya bisa diselesaikan orang lain di sekitar kita. Ada sebagian rezeki yang kita punya itu menjadi milik orang lain. Untuk itulah pentingnya kerjasama antara teman, keluarga, tetangga, guru, dan orang-orang lainnya. Dari orang-orang itu di sekitar kita, merekalah yang bisa membuat kita tumbuh dan berkembang (atas izin Allah tentunya). 

Mereka seperti tanah ladang bagi kita untuk bercocok tanam (beramal).