Minggu, 03 Mei 2015

LIFE IS A GAME TO PLAY



Actually all people in the world have the same problem in the daily life.  Less money, but many things want to buy. Small home but many things want to be filled inside. Hoping be better for tomorrow. Hoping be paid more for they done. Everyone wants to do fast and perfectly. In every where and every time most people want to be the number one. 

But there is something that people forgotten, that’s about the risk that will be taken. Most people only want the good risk but they don’t want to take the bad or the pain. They want to be paid more but less time and simple work to do. Yes, it is a good wish. But there is a limit, not all people got it in their life. Just like a mountain or pyramid, there are always less people on the top (success). The others more have to stay in the bottom level during their life. 

People want to be in the top, to be rich, to be the faster, TO BE THE ONE. So they did everything, doing something new, thinking fast, work more and hard. In the end more people break the rules of society or even their religion. They think for today and tomorrow only, but they forget to think next years or the next life after. Lucky people who still stay in the straight way and we know only few people take this path.

Many people want to have everything: big house, nice car, pretty wife and daughter, good husband and boy. Many people think to be rich, clever, handsome, beautiful, on the top level is better. I said, “Yes it is true, but for some people to be poor, foolish, ugly, bottom level is better.” Because we people don’t know exactly, what is the best we should have in our life. There is always God and destiny of the people.

This is common reality in our life, not everything we wish will we get. We only have two hands, but we want to bring many things to home. Lucky people has big and nice car. And we know; only a few people have it. Life is a game to play, we should make it simple and easy to enjoy. We should remain steady in both; the good (pleasure) and the pain (preasure). (Sri Widodo, ST)

I WANT TO LEARN SOMETHING NEW


My oldest brother lives away from my family. Few years ago, his wife and daughter were visiting us for a couple days. It is a special moment for us as family. We have never met for many years. I do the entire thing needed, I must think how to. I have 2 little niece. Her names are Izzah (6) and Fifi (9). They never met before. I want them to remember that they are still relative family. I want they are close each other. I took camera from someone. I don’t like to do, but I have to. This is the only choice I have; it’s not easy for me.

I shoot them, one two and three times. They are both smile and glad, so do I. Minutes after Fifi want to hold the camera and she begins to cry. I am afraid, the camera it not mine and it’s too expensive for me. But it’s special moment. She is a little girl want to learn something new; How to use a camera. I have no choice to let her bring it. I give her simple instruction. I remind her to hold it carefully. And I was watching her for a while for sure. She shoots Izzah and me; one, two, three times. We are all glad.  Everything is so fine. What I am afraid before is never exist. I took the camera to see the result. I am smile. It’s not good. But it is the best she can. She is a little girl who learns something new for the first time. 

Sometime we have to trust other people or little kid to do something. Sometime we have to wait and see what the result of their doing.  Because we want to give them more chances to try and learn.  As words said, “More time to practice make us prefect.” (Sri Widodo, ST)

Rabu, 29 April 2015

BELAJAR DARI PARA AKTOR TERKENAL



Jackie Chan adalah seorang aktor film terkenal. Ia sering melakukan adegan berbahaya dalam filmnya tanpa menggunakan stuntman. Setiap adegan berbahaya dalam filmnya ia lakukan sendiri. Mengalami cidera ketika shooting film sudah berulang kali dan suatu hal yang biasa baginya. Tidak seperti kebanyakan aktor film dunia barat, sedikit luka saja mereka kemudian mengeluh. Jackie Chan berkata, Banyak orang yang bertanya kepada saya, apakah saya takut melakukan adegan berbahaya? Jawabannya tentu saja: ‘Ya’. Saya kan bukan Superman.” 

Jet Lee adalah aktor film terkenal yang beragama Budha. Pernah suatu ketika ia ingin berhenti main film. Ia sudah kaya raya dari hasil pekerjaan bermain film. Tetapi guru spiritualnya memberi nasehat untuk tetap bermain film. Alasannya bukan untuk mendapatkan banyak uang, tetapi agar agama Budha dikenal banyak orang luar. Ketika ada seorang penggemarnya bertanya tentang Islam, Jet Lee menjawab: “Maaf. Saya tidak belajar Islam.”

NENEK PETANI YANG SUKA MARAH



Seorang nenek petani sedang memanen padinya di sawah. Bersama suami dan anak bungsunya, ia mengangkut padi di sawah dengan gerobaknya di pagi hari. Sesampai di rumah, nenek itu bimbang mengenai pekerjaan yang selanjutnya. Apakah melanjutkan pekerjaan disawah, mengangkut padi tersisa? Ataukah tetap di rumah dan menjemur padi di halaman rumah? Dua pekerjaan itu sama-sama pentingnya bagi seorang petani. Jika padi yang dirumah tidak segera kering, maka padi akan rusak (busuk). Di saat yang sama ada padi di sawah yang harus segera dibawa pulang, agar sawah bisa segera ditanami lagi. 

Saat itu suasana hari sedang cerah, sangat bagus untuk menjemur padi. Akhirnya nenek petani itu memutuskan untuk menjemur padi di halaman rumah. Bersama suami dan anaknya itu, ia mengeluarkan padi dari dalam rumah ke halaman. Tetapi saat itu diluar dugaan, cuaca yang semula cerah menjadi mendung dan turun hujan deras. Nenek petani itu marah-marah karena merasa bersalah dalam membuat keputusan. Nenek itu memerintahkan anak bungsunya untuk segera memasukkan padi ke dalam rumah. Nenek itu merasa kecewa dengan pilihannya. Nenek itu juga menyalahkan hujan yang datang tiba-tiba. Tahu begini, tadi lebih baik menyelesaikan pekerjaan di sawah; mengangkut padi.

Saat kejadian seorang anaknya yang lain mendengar keluhan nenek petani itu. Anak itu mendengar semua tentang apa yang dikatakan ibunya. Tetapi saat itu ia sedang sibuk dan tidak bisa membantu pekerjaan ibunya. Ia juga tidak bisa segera memberitahu tentang kesalahan yang telah dilakukan ibunya saat itu. Tetapi ia membuat rencana untuk menyampaikan masalah ibunya itu di malam hari. Saat itu dirasa adalah waktu yang tepat untuk memberikan nasehat. Ini adalah pilihan yang juga sulit bagi anak itu. Dalam beberapa tahun terakhir nenek petani itu sering marah. Anehnya yang menjadi penyebab marahnya adalah hal kecil atau masalah biasa.

Di malam hari ketika sedang bersantai, anak itu mendekati ibunya. Ia berkata, “Bu, sudah berapa lama ibu jadi petani? Setahuku sudah puluhan tahun. Sejak kecil ibu terlahir sebagai petani. Kita tahu pekerjaan menjemur padi itu penting. Tetapi pekerjaan mengangkut padi di sawah juga penting. Tetapi siapa yang tahu bahwa hari akan hujan. Hujan itu bukan kuasa kita sebagai manusia. Apalagi ketika kita menjemur padi dan tiba-tiba hujan bukanlah yang pertama kali. Bertahun-tahun kita sudah pernah mengalami.” 

Anak itu melanjutkan, “Lagipula air hujan juga sangat kita perlukan. Kita tidak bisa menanam padi tanpa air hujan. Begitu kok ingin punya banyak sawah. Sawah sedikit saja banyak mengeluh, apalagi karena hujan. Lain kali jangan marah-marah lagi.”

Anak itu berusaha untuk menyadarkan ibunya yang tanpa sadar telah melakukan kesalahan. Memang suatu dilema bagi anak itu, kenapa ia yang harus berulangkali memberi nasehat ibunya. Seharusnya ibunyalah yang sudah tua yang memberi nasehat anaknya. Tetapi dalam hati anak itu juga menyadari, bahwa sulit untuk menjadi manusia sempurna. Perlu proses dan perjalanan yang panjang untuk itu. Di satu sisi memang manusia itu tempatnya salah dan lupa. 

Ada banyak orang melakukan kesalahan yang sama. Menyalahkan panas. Menyalahkan hujan. Menyalahkan keadaan. Menyalahkan orang lain. Dan kadang juga menyalahkan pemimpin (pilihan) kita sendiri. Mungkin kita sudah benar karena telah melakukan apa-apa untuk memperbaiki keadaan. Tetapi kemudian menjadi salah, karena kita masih suka menyalahkan. Jika sudah mengetahui ilmunya, semua kesalahan itu seharusnya tidak terjadi lagi.
(Penulis : Sri Widodo ST; 30 April 2015)